Sabtu, 18 Februari 2012

POST MODERN THEORY


REVIEW BUKU
THE PUBLIC ADMINISTRATION THEORY PRIMER
BY H. FREDERICKSON & KEVIN B. SMITH

 Dikerjakan Oleh :
Birgitta Dwi H, Endang Widuri, Endarto, Siti Khusnul Dhoni

TM8/MAP/UB

TEORI POSTMODERN

Teori postmodern administrasi publik dapat dengan mudah dipahami sebagai antithesis dari positivism dan logika dari objek ilmu sosial. Karena teori postmodern menolak banyak pendapat epistemologis dasar tentang perilaku ilmu sosial, pada pokoknya hal itu sulit menempatkan bagian pada teori post modern . Teori postmodern dipengaruhi oleh teori kelembagaan dan teori managemen publik, oleh karena itu kita menilai hal tersebut sebagai hal yang memiliki hubungan yang erat dengannya, sehingga dimasukkan dalam bab ini.
Organisasi Humanisme Dan Positivisme

Konsep, ide dan argumen-argumen yang menyatukan kita dalam teori postmodern, memiliki asal yang menarik pada administrasi publik modern. Teori administrasi postmodern berasal dari pekerjaan perintis yaitu Chester Barnard (1948) dan interpretasinya sebagai hasil dari percobaan Hawwthorne (Roethlisberger dan Dickson 1939). Dalam perbedaannya terhadap tekanan atau struktur organisasi formal dan prinsip-prinsip manajemen pada awal administrasi publik, Barnard mendeskripsikan organisasi sebagai lingkungan sosial tingkat tinggi dimana pekerjanya tertarik pada pengakuan dan dukungan psikologis dengan gaji dan kondisi kerja yang menguntungkan. Dalam banyak setting, wajah informal organisasi dalam kesehariannya menjadi lebih penting dibandingkan dengan struktur birokrasi formal dalam hal kepuasan dan produktifitas pekerja. Konsep Barnard kemudian disederhanakan dan diletakkan dalam konteks filosofis oleh  Douglas McGregor (1960). McGregor berargumen bahwa individu dalam organisasi secara alami cenderung untuk bekerja, mencari tanggung jawab, untuk bekerjasama, menjadi produktif dan bangga akan pekerjaan mereka. Sedangkan organisasi bagaimanapun berasumsi bahwa pekerja tidak suka bekerja dan jika diberikan pilihan, akan menjadi malas dan lalai, oleh karena itu diperlukan arah dan target produksi.
Pada akhir tahun 1960-an, sekelompok ahli teori dalam pertemuannya di Syracuse University Minnowbrook Conference Centre di negara bagia New York menentang apa yang mereka percayai sebagai klaim yang berlebihan terhadap keabsahan ilmiah dalam administrasi publik. Mereka prihatin dengan apa yang mereka nilai sebagai penyalahgunaan data dan fakta untuk membenarkan kelanjutan dari perang Vietnam, dan mereka percaya bahwa perilaku dan objek administrasi publik tidak relevan untuk menekan isu-isu publik seperti perang, kemiskinan dan rasisme. Dari konferensi Minnowbrook dan banyak pertemuan lain setelahnya, muncul satu set konsep yang menentang pemikiran  kolot/ortodok. Diantara konsep dan asumsi yang muncul dari Minnowbrook dan apa yang mereka sebut dengan administrasi publik baru, disebutkan inti dari administrasi publik post modern adalah sebagai berikut:
1.      Administrasi publik dan lembaga publik tidak dan tidak akan bisa netral atau objektif.
2.      Teknologi sering bersifat dehumanisasi
3.      Hierarki birokrasi  sering tidak efektif sebagai strategi organisasi
4.      Birokrasi cenderung berubah tujuan dan cenderung bertahan
5.      Kerjasama, konsensus  dan demokrasi administrasi  lebih mungkin dibandingkan dengan menerapkan kekuasaan administrasi sederhana untuk menghasilkan efektifitas organisasi.
6.      Konsep modern dari administrasi publik harus dibangun pada postbehavioral dan logika positivist-lebih demokratis, adaptif, lebih responsive terhadap perubahan sosial, ekonomi dan keadaan politik (marini, 1971)
Dari tahun ke tahun kelanjutan Minnowbrook, beberapa peserta yang berorientasi pada Humanistik melanjutkan pertemuan, biasanya tidak terstruktur dan fungsinya lebih seperti jaringan yang longgar daripada sebuah organisasi. Pertemuan ini mengubah apa yang sekarang disebut sebagai jaringan teori administrasi publik, atau PAT net. Yaitu sebuah kelompok pelajar/sarjana yang diidentikkan dengan postpositivisme dan sekarang dengan teori postmodern. Terdapat dua buah buku yang penting dalam perubahan ini yaitu Thomas S.Kuhn The Structure of Scientific revolution (1970) dan Peter L Berger dan Thomas Luckman’s The Sosial Construction of Realility (1967). Kuhn secara umum membagi keyakinan antara anggota PAT net dan Positivisme yang  membangun paradigma administrasi publik baru. Dari Berger dan Lukmann muncul adanya  paradigma yang akan membangun pondasi dari sosiologi postpositivist, dan secara khusus pada logika konstruksi realitas sosial. Banyak literature dan teori yang sekarang ditemukan pada praktek dan teori administrasi, Jurnal PAT net, mencerminkan perspektif teoritis kearah administrasi publik. Perspektif ini diilustrasikan cukup lengkap dalam proposisi kunci dan klaim paradigmatic pada Michel M Harmons Action Theory For Publik Administration (1981):
  1. Pada administrasi publik, keduanya dianggap sebagai cabang ilmu sosial dan sebagai kategori praktek sosial, paradigma ini secara tepat dimengerti sebagai teori dari nilai dan pengetahuan yang bertujuan untuk meningkatkan praktek administrasi dan menggabungkan beberapa tipe teori.
  2. Yakin bahwa sifat alami manusia adalah pusat untuk membangun teori administrasi publik sama baiknya dengan cabang ilmu sosial lainnya. Dalam rangka menyediakan fondasi untuk mengembangkan dan menggabungkan epistomologi (bagaimana cara meneliti=metode) dengan teori deskriptif dan normatif, keyakinan ini seharusnya menjadi landasan ontology (apa yang diteliti) dibandingkan dipilih sebagai alasan untuk kemudahan.
  3. Unit primer dari analisis adalah teori sosial yang seharusnya menghadapi situasi dimana lebih disukai oleh individu dan meliputi banyak unit analisis, seperti kelompok, negara atau system.
  4. Orang secara alami lebih bersifat aktif dibandingkan pasif, dan lebih sosial daripada individualis. Maksudnya adalah bahwa orang memiliki otonomi pengukuran dalam menentukan tindakan mereka, dimana pada waktu yang sama terikat pada konteks sosial. Kontek sosial ini diperlukan tidak hanya untuk tujuan instrumental tetapi juga karena hal itu mendefinisikan statusnya sebagai manusia.
  5. Orang “aktif-sosial” secara alami mengimplikasikan epistomologis (ie. Aturan dasar untuk menentukan kebenaran/validitas dari pengetahuan), yang difokuskan pada pembelajaran tentang makna subyektif bahwa orang mengambil tindakan mereka sendiri dan tindakan yang lainnya.
  6. Deskripsi dan penjelasan dalam ilmu sosial seharusnya lebih terkait dengan tindakan, konsepnya adalah perhatian secara langsung pada tindakan keseharian manusia.
  7. Konsep tindakan memberikan dasar untuk menantang kecukupan teori ilmu sosial sebagai orientasi dasar untuk menuju observasi dan analisis perilaku.
  8. Isu konsep utama dalam pengembangan teori nilai pada administrasi publik adalah hubungan antara substansi dengan proses dan individu untuk nilai-nilai bersama.
  9. Nilai utama dalam pengembangan teori normatif pada administrasi publik adalah “mutuality” , yang merupakan alasan normative yang berasal dari hubungan langsung (pertemuan) antara orang-orang yang aktif secara sosial.
  10. Hanya sebagai teori deskriptif tentang kolektivitas besar yang dihasilkan dari pertemuan, maka sangat penting untuk didasarkan pada teori normatif tentang kolektivitas yang berasal dari persamaan dan ekspresi normatif dalam pertemuan. Ide dari keadilan sosial adalah perpanjangan logika dari penerapan persamaan pada kolektivitas sosial dan seharusnya dianggap sebagai alasan pokok “aggregate” keputusan kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan terus oleh organisasi publik (harmon 1981,4-5)
Aplikasi dari postpositifisme dalam administrasi publik yang diinformasikan oleh phenomologi, dengan argument filosofis bahwa penyelidikan ilmiah tidak dapat dijadikan dasar pada observasi eksternal oleh peneliti asing. Tindakan personal dalam pengaturan secara keseluruhan hanya dapat dimengerti dari sudut pandang pelaku sendiri (Denhardt, 1993). Pendekatan fenomologi mencari untuk menentukan bagaimana pelaku menafsirkan keadaan mereka, maksud mereka melampirkan keadaan mereka, dan pola penafsiran antar pelaku dalam setting kolektivitas (Harmon dan Mayer 1986). Pada perspektif ini, maksud dan penafsirannya terletak pada inti dari perilaku administrasi:
Makna menjadi pusat untuk seorang ahli fenomologi dan mewakili suatu perubahan kritis dengan teknik dari ilmu-ilmu alam. Semua kesadaran adalah kesadaran dari sesuatu: kita mencari sesuatu, kita mengharapkan sesuatu, kita mengingat sesuatu. Setiap tindakan dari kesadaran , sebagaimana kita menggambarkannya, memberikan pemahaman bagaimana kita memberikan perintah. Kemampuan manusia untuk menanggung suatu tindakan dengan maksud mencari makna yang sebenarnya untuk diteliti oleh ilmuwan sosial. Sebaiknya, ilmuwan sosial harus mencari jalan untuk mengerti bentuk dari kesadaran dan makna dari pelaku sosial (Denhardt 1993,189)
Penganut pendekatan fenomologi untuk riset dan teori dalam administrasi publik, cenderung digolongkan ke dalam kelompok ahli teori penafsiran (interpretive theorists  camp), yang diwakili oleh Michael Harmon, dan kelompok ahli teori kritis (critical theorists camp) yang diwakilii oleh Robert denhardt dan Ralph Hummel.
Teori penafsiran atau teori aksi, merupakan suatu tantangan langsung terhadap teori keputusan rasional (Harmon, 1989). Seperti yang dideskripsikan pada Bab 7, dalam sebuah keputusan- dari sudut pandang teori- keputusan adalah titik fokal untuk memahami administrasi. Berfikir sebelum memutuskan, dan memutuskan sebelum bertindak. Keputusan-teori logika adalah berdasar pada satu asumsi tentang rasionalitas sebagai instrumen, sepanjang hal itu memungkinkan untuk menghitung hubungan antara sarana dan tujuan. Sebagaimana kebiasaan mereka, para pembuat keputusan akan secara rasional mencari efisiensi untuk mencapai  tujuan yang diinginkan, ditentukan oleh suatu ukuran terhadap tingkatan tujuan yang ingin dicapai (Harmon dan Mayer 1986,123).
Teori keputusan memahami bahwa keputusan akan menjadi unit kunci dari analisis. Teori tindakan alternative berargumen bahwa pola hubungan antara berfikir, memutuskan, dan melakukan apa yang diasumsikan dalam teori keputusan adalah jarang ditemukan. Selanjutnya, dikotomi antara kenyataan dan nilai serta dikotomi antara sarana dan tujuan sudah sejak lama hilang. (Lindblom 1965). Representasi yang akurat tentang kenyataan, fakta, dan nilai, sarana dan tujuan tidak mudah untuk dipisahkan sebagai teori keputusan.
Teori tindakan, teori interpretif alternatif untuk teori keputusan, mengklaim bahwa:
1.      Perbedaan epistomologi antara nilai dan fakta, bagaimanapun berguna untuk tujuan instrumental, mencerminkan rekonstruksi buatan dari proses dimana dunia sosial dipertahankan dan diperebutkan. Proses sosial ini pada awalnya dicirikan oleh penyatuan dari apa yang kemudian kita sebut sebagai “nilai” dan “fakta”. Demikian, perbedaan fundamental antara tindakan dan perspektif keputusan dapat dijelaskan oleh perbedaan sikap mereka yang membedakan prioritas epistomologi terhadap perbedaan.
2.      Kemungkinan adanya moral yang baik melekat pada proses kehidupan sosial adalah didasari oleh nilai. Tetapi moral bukan merupakan sinonim untuk nilai atau tujuan, tetapi mendeskripsikan kualitas yang melekat dalam tindakan seseorang yang digunakan dalam interaksi sosial.
3.      Proses sosial adalah proses utama dari perasaan kebersamaan dimana fakta sosial diproduksi dari suatu negosiasi. Organisasi merupakan kontek struktur utama untuk membuat sebuah pengertian dan menyusun pembuatan keputusan.
4.      Dibandingkan dengan gagasan tindakan pendahuluan (dihubungkan oleh keputusan), gagasan dan tindakan merupakan persamaan constitutive dan coextensive. Keputusan tidak secara objektif nyata, tetapi objektifitas adalah arus yang mengalir dalam proses sosial. Secara informal, keputusan mungkin adalah gagasan untuk menghentikan proses
Dalam perspektif teori tindakan, tujuan dan nilai  organisasi hanya dapat muncul dari proses sosial yang didasarkan pada pola interaksi perilaku dan nilai-nilai yang melekat pada mereka. Secara terpisah dan pendekatan nyata dalam teori administrasi publik, konsep teori tindakan memiliki batasan daya tarik. Ide dan konsep yang sedang berlangsung diinterpretasikan pada teori tindakan, yang akhirnya menjadi teori administrasi publik.
Bersandar pada dasar fenomologi, teori kritis dalam tradisi postpositivist terutama dipengaruhi oleh Jurgen Habermas (1970,1971) dan perbedaan antara instrumen, interpretasi, dan alasan kritis. Robert Denhart mengaplikasikan teori kritis merupakan:
Teori kritis organisasi publik akan menguji dasar teknis dari dominasi birokrasi dan pembenaran ideology dalam kondisi ini, dan akan ditanyakan dalam hal apa anggota dan klien dari birokrasi publik mungkin lebih mengerti  tentang batasan dari tindakan mereka dan pada gilirannya mengembangkan model administrasi praxis.
Berlawanan dengan penekanan pada tata tertib dan peraturan, kami menemukan di dalam literature administrasi publik, bahwa pendekatan kritis dapat menekan kondisi kekuatan dan ketergantungan pada  karakteristik kontemporer kehidupan organisasi dan mempertimbangkan potensi untuk konflik dan perusakan agar dapat meramalkan kondisi tersebut. Banyak pendekatan akan memungkinkan kita untuk memikirkan kembali isu dari perubahan organisasi  dalam terminologi dialectical, sebagai konsekuensi dari penggunaan kekuatan bersaing dalam konteks linguistic, dan akan menjadi lebih banyak pengertian dinamis dari kehidupan organisasi. Selain itu dengan banyaknya pendekatan, menyatakan kontradiksi yang melekat pada hierarki organisasi. Penetapan cara/jalan dalam hubungan  kekuatan dan hasil ketergantungan dalam pengasingan dan pemisahan, teori kritis dari organisasi publik secara laangsung akan memberikan banyak usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan organisasi. (Denhart 1993, 203-204).
Pendekatan Ralph Hummels’s untuk teori kritis adalah lebih luas dan lebih tebal “ “Generasi pendatang/Newcommers” tulisnya,
Sudah terbiasa dengan nasehat ini: berfikir kritis tentang kerja. Kita sekarang dapat mempertanyakan struktur. Apakah perintah top-down benar-benar diperlukan? Apakah hal itu efektif? Dapatkah hierarki diluruskan? Dapatkan divisi buruh dihapuskan?
Kita sekarang dapat mempertanyakan budaya. Apakah efisiensi dan kontrol adalah satu-satunya nilai yang dikejar oleh birokrasi, publik dan privat? Bagaimana dengan tujuan manusia diluar ini?
Kita sekarang dapat mempertanyakan psikologi. Apakah kita perlu menerima perusakan diri kita ketika masuk bekerja?
Kita sekarang dapat mempertanyakan devaluasi kemampuan berbicara dari birokrasi. Tentunya teriakan komando top-down dalam atmosfer ketakutan bukanlah satu-satunya alat untuk membuat kita melakukan pekerjaan.
Akhirnya, pertanyaan politik. Untuk sesaat dalam hal ini tampak tidak ada alternative untuk perubahan politik birokrasi. Efisiensi dan kontrol menjadi standar ukuran sukses disana. Kehilangan perasaan terhadap imajinasi politik (Hummel 1994,2-3)
Asosiasi tersebut dengan kedua jenis pendekatan interpretatif dan pendekatan kritis untuk administrasi publik postpositifisme, cenderung menjadi bagian dari gerakan latihan pengembangan. Secara sederhana, gagasan latihan pengembangan untuk individu dan organisasi adalah untuk mencapai potensi mereka. Pelatihan, sekarang sering disebut pembelajaran organisasi, memungkinkan organisasi dan individu untuk memperoleh banyak kepercayaan, untuk mendengarkan dan untuk mempraktekan komunikasi sesungguhnya (Argyris 1962; Argyris dan Schon 1978; Golembiewski 1972). Tujuan intervensi organisatoris semacam ini adalah untuk mencairkan kekakuan birokrasi dan memberdayakan pekerja untuk mencapai potensi mereka. Ahli intervensi (interventionist) dalam organisasi tipe ini merupakan pendidik, peneliti dan sekaligus agen perubahan (denhart 1993). Meskipun hal tersebut naik dan turun sesuai jaman, pergerakan pengembangan organisasi tetap hidup dan sehat; dalam bentuk modern, biasa disebut konsultan, dan mengembangkan potensi manusia melalui training dan intervensi dalam memberikan jalan untuk latihan terbaik, pembandingan, pencampuran kartu catatan dan kebiasaan modern lainnya dalam pengembangan organisasi kontemporer.
Klaim paradigma mengenai postpositivisme banyak terbukti ketika menerapkan logika mereka terhadap teori organisasi dan manajemen. Kritik postpositifist terhadap karakteristik dan praktek dari organisasi klasik dan manajemen memandang mereka sebagai sesuatu yang lebih hierarkis, teknis, determinan dan mempermudah, dibandingkan dengan diri mereka sesungguhnya. Perbandingan paradigm  David Clarks bermanfaat terutama karena dia tidak hanya mengatur perbedaan konsep, tetapi juga mengevaluasi apa yang dia anggap sebagai kesuksesan paradigma postpositivist. Yang paling terkenal adalah kesimpulannya bahwa paradigma organisasi klasik dan logika ilmu positifist yang mendukungnya mempunyai kekuasaan tertinggal yang luar biasa.
Penilaian Clark’s terhadap status paradigma postpositivist untuk tujuan teoritis, berguna untuk mengisi sejumlah variabel yang dipertimbangkan dalam evaluasi institusi publik. Teori ini mencoba untuk  menjelaskan apapun dan untuk menghitung  berapa besar pengaruh yang mungkin dari semua variable yang menguntungkan yang disebut deskripsi tebal dan ditemukan dalam studi kasus besar. Tetapi mereka juga memiliki kerugian; mereka tidak dapat memberi penjelasan yang meyakinkan untuk dua dari tiga kekuatan yang paling kuat mempengaruhi organisasi atau suatu kebijakan; mereka juga tidak dapat meyakinkan kemungkinan terhapusnya ketertarikan. Cakupan kompleksitas dalam argumen postpositivist adalah sangat dekat terkait dengan semua aspek lain dalam hubungan sebab akibat dan morfogenesis. Segala aspek postpositivist dipikirkan untuk mengevaluasi kecenderungan negative dari institusi publik untuk menjadi stabil, dapat diramalkan, tertib dan dapat dipercaya. Ketentuan memberi perintah pada birokrasi merupakan kecenderungan untuk bertahan dari perubahan yang gampang terjadi, terutama perubahan eksternal yang dilakukan oleh agen perubahan, atau secara internal dicapai oleh pekerja yang diberdayakan, untuk membuat institusi publik menjadi lebih baik. Pada waktu yang sama, pengertian umum terhadap pola perubahan organisasi yang sebenarnya menjadi maju oleh penggunaan logika postpositivist terhadap perubahan sebagai sesuatu yang berliku liku dan memiliki lebih sedikit rasionalitas dibandingkan teori positivist yang akan diprediksikan (March dan Olsen 1989). Pola perubahan organisasi secara jelas tidak linier, tetapi karakteristik postpositivist dari teori kelembagaan klasik mendeskripsikan proses perubahan linier tidak akurat untuk dimulai. Akhirnya, hierarki, sebuah masalah fundamental organisasi dari persepektif postpositivist, menghasilkan kekuatan luar biasa.
Tabel 6. Profil dari paradigma organisasi baru dan klasik
Organisasi :
Komentar
Simple
Kompleks
Paradigma klasik
Bukan panggilan yang sulit: batasan dari birokrasi klasik adalah jelas; pada faktanya merupakan elemen/dasar, operasi efisien dan efektif ; satu daya tarik bahwa hal itu merupakan operasi besar yang sederhana, organisasi kompleks; mencapai birokrasi ideal secara permanen dan berkelanjutan
Paradigma baru
Perubahan organisasi secara jelas dikenalkan sebagai studi yang memiliki kompleksitas yang besar. Batasan birokrasi klasik telah dibuka oleh penyelidik yang focus dengan kendala eksternal dan pengaruhnya. Ahli teori individu (harapan, kebutuhan) dikenal menambahkan variable kritis personal. Teori kontingensi dan batasan rasional bekerja keras untuk menjelaskan kompleksitas yang tidak dapat ditemukan dalam model weberian, tetapi batas hampir dicapai; model tidak dapat berdiri jika ditambahkan beban. 
Hierarki
Heterorarki
Paradigm klasik
Karakteristiknya adalah menegaskan aksioma dalam paradigma weberian; hierarki adalah penting dan tidak berubah; aturan ditulis dan mengikat; tindakan manusia diorientasikan pada fungsi hierarki; pemberi perintah dan yang diperintah, pemimpin dan anak buah
Paradigma baru
Sedikit perpindahan; dasar dari hierarki adalah penting dan tidak berubah. Modifikasi menangani style dan substansi. E.g. pentingnya penghargaan pada pengikut yang patuh untuk hierarki adalah tidak efektif, titik berat pada teknik partisipasi pembuat keputusan dan desentralisasi paradigma borikrasi dapat mentolerir manipulasi minimal dari konsep perintah.
Determinate
Indeterminate
Paradigma Klasik
Sifat dari weberian menandai definisi awal dari paradigma klasik sebagai ketentuan. E. g tepat, jelas, nyata, berbagi dan cerminan weber pada karakteristik sistem birokrasi termasuk calculability; catatan dari weber , birokrasi adalah superior dalam ketelitian, dalam stabilitas, dalam kerja keras untuk disiplinnya, dan hal itu dapat dipercaya (Parson 1947,337)
Paradigma Baru
Sebuah perjuangan yang menarik terjadi pada karakteristik ini didalam paradigm dominan. Dapatkah satu pendapat cukup bahwa tidak ada perubahan  dan kemungkinan masih mengakui teori, kepemimpinan situasional, dan batas rasionalitas? Saya pikir tidak. Bagaimanapun, nilai diadakan oleh siapa yang bekerja dalam paradigma yang disarankan, kejelasan, calculability, dan dapat dipercaya
Linear causality
Mutual causality
Paradigm klasik
Rasional, karakteristik logis dari paradigm birokrasi menguntungkan perbedaan antara sebab dan akibat; manajer menginstrukskan tidak untuk memikirkan sirkulasi; mutual kausality menyarankan bahwa  banyak putaran hanya sebagai aturan untuk meningkatkan; paradigm birokrasi adalah paradigm logis rasional
Paradigma baru
Guba (1985) berkomentar pada papernya bahwa pergerakan dalam penyelidikan pada karakteristik ini  berasal dari pandangan linear dari teori kegiatan Cook dan Campbell’s. kira-kira sesuai dengan perubahan dalam teori administrasi. Ahli teori kontemporer mengakui beberapa hubungan dan mutual causality, membahas aliran umpan balik dan umpan maju, tetapi akhirnya setuju dengan isu sebagai batasan sementara untuk pemahaman kita tentang organisasi-bentuk dari batasan causality.
Assembled
Morphogenic
Paradigma Klasik
kiasan morfogenik untuk perubahan organisasi tidak terbayangkan dalam paradigm birokrasi; hal yang spontan, tidak diprediksi dan secara alami terputus putus dari tantangan proses perubahan dasar struktur rasional dari fungsi organisasi;
Paradigma Baru
Seleksi alami dan model evolusioner terkait diterima mendapat perhatian oleh ahli teori organisasi untuk membantah kiasan morfogenetik untuk perubahan organisasi adalah lebih teloran dibandingkan karakteristik lain dari paradigm baru. Batu sandungan adalah luasnya tingkat seleksi rasional mendominasi penggunaan kiasan. Konflik timbul disekitar isu dari calculability dalam perencanaan untuk mengantisipasi perubahan organisasi.
Objektif
Perspectival
Paradigma Klasik
Weber percaya bahwa birokrasi digambarkan sebagai perintah alami, seperti mempercayai pendapat bahwa ada realitas objektif yang dapat ditemukan; seperti yang dicatat Parson, weber mengaitkan metodologi dari ilmu pengetahuan untuk masalah substansi dari tindakan rasional- kaitan tersebut memimpinnya untuk posisi positivist dan birokrasi.
Paradigma Baru
Modifikasi dalam karakteristik ini lebih nyata. Tidak seorangpun menyangkal dampak dari kenyataan konstruksi manusia pada perilaku organisasi tetapi ahli teori, peneliti dan praktisi solid dalam keyakinan mereka dalam mendeteksi relitas objektif disana.

Perspektif Postmodern dalam Administrasi Publik

-          Modernitas adalah penolakan pencerahan premodernitas dan menggantinya dengan  pengetahuan yang berdasarkan sains (ilmu). Semua disiplin ilmu modern dan bidang sains berakar pada pencerahan dan sebuah epistemologi yang berdasarkan observasi obyektif tentang fenomena dan deskripsi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Epistemologi modernisme menganggap pola yang terlihat, sebagai asosiasi yang bersifat positif dan rasional antara sarana dan tujuan. Modernisme adalah mempelajari pengetahuan melalui alasan, dan pengetahuan yang diperoleh, diasumsikan secara sederhana untuk menjadi faktual dan benar.
-          Untuk postmodernis, administrasi publik modern didasarkan pada logika pencerahan. Fakta mewakili proposisi atau hipotesis yang berasal dari pengamatan, dikarenakan pengamat fakta adalah pembawa cerita fakta, untuk postmodernis, bahasa mempuntai peranan penting. Konstruksi sosial dari kenyataan didasarkan bahasa, dan bahasa merupakan inti dari argumen postmodern. Jadi, dikatakan bahwa teori administrasi publik, pada kenyataannya, merupakan bahasa administrasi publik (Farmer).
-          Postmodernis menggambarkan kehidupan modern sebagai hiperrealiti (kenyataan yang hiper), sesuatu yang kabur antara nyata dan tidak nyata. Postmodernitas adalah proses untuk menghancurkan makna. Cita-cita kebenaran, rasionalitas, kepastian dan koherensi terasa lebih, dikarenakan, untuk Baudrillard, sejarah telah berakhir.
-          Modernitas juga dicirikan dalam postmodernitas sebagai otoriter dan tidak adil. Kebanyakan bahasa postmodern berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah, termasuk kekuatan birokrasi. Namun demikian, postmodernis tidak salah mengenai kemiskinan, ketidakadilan dan ketidaksetaraan.

Partikularisme
-          Partikularisme harus dilakukan dengan penekanan pada pemerintah dalam administrasi publik. Frederickson berpendapat untuk sebuah konsepsi yang membedakan publik dari pemerintah: “ Publik hidup secara independen dari pemerintah, dan pemerintah hanya salah satu manifestasinya.
-          Akhirnya, partikularisme, dalam postmodernity, terlalu sibuk dengan efisiensi, kepemimpinan, manajemen dan organisasi. Saat ini, penekanan pada pengukuran kinerja menggambarkan sifat fungsional administrasi publik modernis (Forsithe 2001).

Saintisme
-         Dimana-mana terbukti bahwa sains/ilmu telah banyak dilakukan dengan mengembangkan teori administrasi publik kontemporer. Menurut Simon, ilmu merupakan bagian dasar dari apa yang sekarang digambarkan sebagai kecerdasan artificial/buatan, ada perdebatan tentang kecerdasan khususnya kecerdasan buatan. Namun demikian, system komunikasi modern, pembuatan robot, perjalanan udara masa sekarang, dan banyak bentuk praktek medis modern, semuanya dibangun atas logika ilmiah kecerdasan artificial/buatan.
-         Sains juga digunakan secara lebih santai dalam administrasi publik. Fakta sederhana bahwa sains digunakan dalam administrasi publik dengan cara ini, menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan untuk semua disiplin ilmu modern dan bidang akademik.
-         Karakterisasi ilmu pengetahuan, selain dari kualitas orang-orang kepercayaan (strawman), juga mempunyai aplikasi yang terbatas untuk administrasi publik. Hampir semua aspek penerapan ilmu pengetahuan untuk administrasi publik diperdebatkan selama lebih dari lima puluh tahun yang lalu oleh dua tokoh saat itu, Dwight Waldo dan Herbert Simon.
-         Saat ini, administrasi publik masih berupa ilmu pengetahuan dan seni, fakta dan nilai-nilai, Hamilton dan Jefferson, politik dan administrasi, Simon dan Waldo. Meskipun karakterisasi sederhana, karya awal Simon dapat digambarkan sebagai administrasi publik yang sangat modern. Karena pekerjaan Waldo selalu mempertanyakan keutamaan ilmu sosial objektif rasional, Waldo bisa dianggap sebagai tokoh administrasi publik postmodern yang pertama.
Teknologisme
-          Administrasi umum selalu dikaitkan dengan cara-cara untuk mengatur dan mengelola. Didefinisikan dalam arti luas, ini adalah teknologi administrasi publik. Banyak organisasi publik dan manajemen berteknologi rendah, tetapi juga sangat banyak manajemen dan organisasi institusi berteknologi tinggi (Farmer 1995,89).
-          Semua sistem sosial modern cenderung ingin menemukan jawaban teknologi untuk pertanyaan sosial, ekonomi dan politik. Postmodernis menunjukkan bahwa pencarian jawaban teknologi untuk pertanyaan sosial, ekonomi, dan politik cenderung aneh. Postmodernis, seperti pengamat sosial secara umum, khawatir tentang aspek manusiawi dari kedua fungsi birokrasi, dengan sistem teknologi rendah dan teknologi tinggi, dan mereka memiliki bukti untuk mendukung kekhawatiran mereka.
-         Terdapat serangkaian literatur tentang masalah etika dan moralitas publik. Administrasi publik, bila dibandingkan dengan aplikasi lain, bidang interdisipliner, seperti perencanaan, kerja sosial, administrasi bisnis, atau hukum, selalu membuat penekanan yang relatif kuat pada nilai-nilai dan etika.
Perusahaan/Enterprise
-         Selama bertahun-tahun, retorika telah berubah. Tahun 1990an menciptakan kembali inisiatif pemerintah di semua tingkat pemerintahan, menyerukan administrator publik untuk menjadi pengusaha dan untuk menerobos birokrasi dengan membimbing sektor publik ke arah yang lebih berorientasi pelanggan, ide yang diambil langsung dari buku perusahaan (Osborne dan Gaebler 1992). Reinventor juga akan memperbaiki administrasi publik dengan menerapkan konsep pasar seperti persaingan lembaga, lebih produktif melalui biaya khusus dan privatisasi pelayanan publik.
-         Penekanan baru pada bisnis dan privatisasi juga telah dikritik (Frederickson, 1999). Kritik administrasi publik tentang penerapan ide bisnis adalah bahwa konsep-konsep bisnis jarang dilakukan sehari-hari di sektor publik. Tetapi ada kekuatan politik dan ekonomi yang kuat, yang pada umumnya mendukung penerapan konsep-konsep bisnis untuk manajemen publik.SimakBaca secara fonetikKamus - Lihat kamus yang lebih detailTerjemahkan situs web mana pun
-         Perspektif postmodern, kritik dari administrasi publik modernis meliputi (1) ketergantungan pada logika dan epistemologi ilmu sosial obyektif rasional, (2) dukungan implisit diberikan kepada rezim otoriter dan merupakan rezim yang tidak adil; (3 ) bias ke arah partikularisme Amerika; (4) lampiran yang terlalu besar itu harus meliputi manajemen fungsional dan teknologi organisasi, dan (5) kesediaan untuk menjadi lebih, dipengaruhi oleh logika kapitalis dari perusahaan. Setelah meninjau kritik postmodern atas administrasi publik modernis, sekarang kita beralih ke pertanyaan yang lebih sulit: setelah semua pembahasan ini, apakah administrasi publik postmodern?

Mencari Teori Administrasi Publik Postmodern
v  Administrasi publik Postmodern harus dipahami sebagai meniadakan pola pikir inti dari modernitas, dan meniadakan asumsi pemikiran penting yang digarisbawahi selama lima abad terakhir. Postmodernitas harus ditafsirkan sebagai sanggahan pola inti dari ide-ide pandangan dunia yang berlaku umum atau filsafat hidup yang merupakan modernitas
v  Perbedaan dan pertentangan antara modern dan post modern
Modernist
Postmodernist
Form (conjunctive, closed)
Antiform (disjunctive, open)
Purpose

Play
Hierarchy
Anarchy
Mastery/Logos
Exhaustion/Silence
An Object/Finished. Work
Process/Performance/Happening
Distance
Participation
Creation / Totalization
Decreation/Deconstruction
Synthesis
Antisynthesis
Presence
Absence
Centering
Dispersal
Signified
Signifier
Narrative
Antinarrative
God the Father
The Holy Ghost
Symptom
Desire
Origin/Cause
Difference - Difference/Trace
Metaphysics
Irony
Determinancy
Indeterminancy
Source:  Hanson and Rose, quoted in Rose 1991
v  Administrasi publik dan prakteknya didukung oleh narasi tertentu. Satu narasi merupakan tujuan teori administrasi publik yang harus objektif. Narasi kedua adalah efisiensi dengan tujuan yang layak dari praktek administrasi publik
v  Ahli postmodern mendekatkan efisiensi untuk menjadi bagian dari master narasi dan kemudian mendekonstruksi narasi itu. Konsep kedua efisiensi dan aplikasi praktis efisiensi seperti analisis biaya-manfaat atau kinerja pengukuran. Intinya adalah bahwa efisiensi hanya mewakili atau mensimulasikan beberapa fenomena aktual yang kita pilih untuk digambarkan sebagai efisiensi.
v  Efisiensi adalah bagus dan inefisiensi adalah buruk. Dekonstruksi dalam bahasa postmodern, mirip dengan kritik standar efisiensi sudah ditemukan dalam literatur administrasi publik. Contohnya adalah munculnya apa yang disebut manajemen publik baru. Dalam dialektika postmodern, digambarkan bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan dalam administrasi publik.
Perspektif Feminis dalam Administrasi Publik
v  Sejak perempuan pertama masuk dalam pemerintahan pada pertengahan abad ke-19, pengalaman hidup mereka didalam lembaga umum pada dasarnya berbeda dari laki-laki. Perempuan dibayar lebih sedikit, adanya pembagian pekerjaan rutin yang tidak proporsional, perjuangan untuk mengakomodasi dirinya dalam praktek-praktek organisasi yang didefinisikan untuk laki-laki, bagaimana untuk menyisihkan peran laki-laki tanpa kehilangan pekerjaannya dan berjuang untuk menyeimbangkan tuntutan bekerja dengan apa yang diharapkan dari mereka.
v  Argumentasi lain bahwa peran politik dalam administrasi publik yang feminin-misalnya norma pelayanan. Pada tingkat ideologi budaya, bahwa wanita yang melayani orang lain sedangkan laki-laki dilayani; wanita tanpa pamrih mengabdikan diri untuk membantu orang-orang sementara laki-laki mengejar kepentingan diri sendiri. Jadi yang membedakan administrator publik dari para ahli lainnya adalah tanggung jawab terhadap pelayanan dan responsivitas. Teoretis mungkin memuji kebaikan dan responsifitas birokrat yang melayani kepentingan umum, tetapi argumen akan menghadapi berbagai hal sampai pada pengakuan terhadap responsivitas, kepedulian, dan pelayanan yang telah membudaya.
v  Parker berpendapat bahwa dalam administrasi, proses lebih penting daripada hirarki dan otoritas, bahwa pelaksanaan kekuasaan adalah fitur utama dari perilaku birokrasi, dan bahwa pandangan analis realitas lebih merupakan menafsirkan fungsi dari pengalaman praktis daripada mengejar temuan obyektif. Semua ini perspektif teoritis dianggap lebih feminin daripada maskulin.
v  Kaum feminis melihat kepemimpinan secara berbeda. Logika maskulin mengambil alih, menjadi pengambil kebijakan, pelaksana kewenangan, maksimalisasi efisiensi, dan berorientasi pada tujuan. Logika kepemimpinan feminis dimana terlihat sangat mirip dengan logika pemerintahan yang demokratis ditemukan dalam kelompok administrasi publik postpositivist - pengambilan keputusan, konsensus, kerja tim, musyawarah, dan wacana.
v  Dari perspektif feminis, gambaran dari administrator publik sebagai pemandu, pahlawan, atau pemimpin dengan profil tinggi adalah maskulin. Penerapan keadilan, belas kasih, kebajikan, dan berorientasi untuk kepentingan masyarakat dianggap lebih feminin. Perspektif wanita pada administrasi negara jauh lebih mungkin untuk dikembangkan dalam kesekretariatan atau di meja petugas sosial ketimbang sebagai anggota Layanan Eksekutif Senior. Pendekatan feminis dalam administrasi publik berarti mengacu tempat wanita secara realistis dalam birokrasi dan hambatannya untuk mendapatkan partisipasi.
Teori Postmodern dan Imajinasi
            Imajinasi adalah penting dalam teori administrasi publik postmodern karena menunjukkan perubahan, gambaran, alegory, cerita dan permainan perumpamaan suatu peran utama pada apa yang dipikirkan manusia, mengacu kepada imajinasi sebagai seni pada kreatifitas manajemen. Ketika dihubungkan dengan teori dan metodelogi penelitian, dapat digambarkan sebagai model  tindakan penting atau penelitian etnografi dimana analisis dan intervensi tidak hanya diikutsertakan dalam penelitian tapi juga dianggap membantu organisasi bagaimana mempelajari dan memperbaiki organisasi tersebut.
            Versi kedua prespektif imajinasi dihubungkan dengan kepemimpinan dan strategi manajemen. Ini adalah sebutan untuk para administrator publik untuk memperbaiki kapasitasnya dalam melihat dari semua sudut pandang, memiliki visi yang lebih besar dan menanggung resiko. 
            Walaupun imajinasi dan visi adalah pusat dari pendapat postmodern, tetapi dalam beberapa hal pendapat ini adalah premodern. Visi mereka dianggap membicarakan hal  utama yang menjadi ciri dalam pengorganisasian dan  pelaksanaan kekuasan dalam dunia premodern. Dan juga orang-orang yang memegang kekuasaan melalui  garis keturunan yang menguasai tanah dan tentara dalam dunia postmodern. Jika logika rasionalitas memiliki kelemahan, jika melalui pengorganisasian dan memanajemen sektor publik kurang menghasilkan  rasionalitas dari seluruh efektivitas organisasi maka visi dan imajinasi administrasi publik modern tidak jelas mengarah kemana. Mengacu kepada Plato dalam pandangan David Farmer’s view “ Pemerintahan terbaik adalah tanpa hukum dan negarawan sejati adalah seorang yang menyesuaikan peraturan kepada masing-masing kasus individu. Dalam postmodernity, perkembangan ini akan terjadi pada konteks baru, salah satu yang disebut Baudrillard  sebagai transpolitik (1995,177). Transpolitik adalah kecacatan seluruh struktur dalam semua bidang. Ini membawa kita pada elemen postmodern administrsai publik yang memberi warna berbeda baik antistate atau anti hukum atau antistate terbuka.
Karateristik Antistate Pada Teori Postmodern
Walaupun prespektif postmodern itu memperluas generalisasi secara keseluruhan tapi cenderung menjadi apa yang disebut antistate atau antiauthorisasi. Postmodernitas lebih menyesuaikan diri dengan kelemahan negara dan lebih terbuka dengan kritik langsung terhadap negara. Karena hal tersebut teori administrasi publik postmodern muncul lebih membuka perspektif pemahaman isu-isu kontemporer  yang dihadapi dalam hal penurunan kesadaran akan negara.
            Munculnya negara modern secara parallel bersamaan dengan munculnya pencerahan. Walaupun teori birokrasi muncul kemudian, praktek birokrasi terlebih dahulu muncul di negara dan secara sederhana ditambahkan kedalam negara modern (Weber 1952,Gladden 1972). Dalam negara demokrasi modern, birokarsi diasumsikan berdasarkan legitimasi hukum, konstitusi, pengangkatan resmi dan masa jabatan yang semua diasosiasikan dengan asumsi utama yurisdikatif dan kedaulatan bangsa. Dekontruksi postmodern pada konsep negara dan fungsi negara dibentuk dari :
1.      Negara sebagai suatu tempat,memiliki wilayah dengan batas-batas tertentu
2.      Negara sebagai bagian dari sejarah, konstruksi realitas sosial dan dapat digunakan sebagai pelajaran
3.      Negara menciptakan mitos yang mengambil peranan penting.
4.      Negara didukung oleh tradisi dan musuh yang turun temurun
5.      Negara adalah pelaksanaan kekuasaan dalam bentuk tindakan legitimasi kedaulatan atas nama negara.
6.      Negara membebani pajak pada warganya
7.      Negara diharapkan oleh warganya atau penduduknya sebagai penyedia kebutuhan, stabilitas, kemampuan prediksi dan identitas.
 Postmodernitas berpendapat bahwa dalam  dunia modern seluruh karateristik dalam negara adalah permainan. Batas-batasnya menjadi rapuh bagi masyarakat, uang, penyakit dan polusi. Masyarakat semakin mobile, batasan tempat, yurisdiksi dan negara semakin berkurang. Bisnis semakin global. Banyak transaksi modern sekarang bersifat virtual, berteknologi canggih dan tanpa memperhatikan batasan-batasan negara dan juga, transaksi-transaksi semakin sulit diatur dan dikenai pajak.
            Politik dalam negara-bangsa modern sangat bertentangan dengan keadaan postmodern. Politik jauh dari prinsip pengorganisasian dalam kehidupan sosial, ditampilkan sebagai aktivitas sekunder, jika tidak bentuk artificial kurang cocok dalam resolusi masalah praktis dalam dunia modern. Kemunduran legisaltif yang dipengaruhi politik uang dan kekuatan kepentingan kelompok yang dimiliki, dalam perspektif postmodern dicemari oleh sistem politik yang telah dikeringkan oleh legitimasi.
            Administrasi publik postmodern semua adalah tentang proses, prosedur dan penelitian untuk peraturan. Seorang postmodernist mendiskripsikan aturan untuk agen negara yang digabungkan dengan agen negara lain dalam suatu penelitian kolektif  sebagai rantai yang tidak terlihat yang dapat mengikat orang secara bersama. Teori administrasi publik postmodern menekankan pada tim kerja.

           
Perspektif Metodologi dan Kontribusi Pada Pendekatan Postmodern Pada Bidangnya
            Salah satu karateristik dari teori administrasi publik postmodern dilakukan dengan pendekatan metodologi. Postmodern menolak empirisme dan dari objektivitas lebih empiris dalam metodologi kualitatif. Diskripsi lebih komplek pada prespektif metodologi ini adalah angket naturalis, pendekatan lebih diidentifikasikan dengan postpositivism daripada dengan postmodernisme. Pendekatan metodologi dalam operasional angket naturalistik mengikuti :
1.      Keadaan natural
2.      Kepentingan manusia
3.      Pemanfaatan pengetahuan tacit (intuisi dan perasaan)
4.      Metode Kualitatif
5.      Purposive samplingn
6.      Analisis data induktif
7.      Teori Grounded
8.      Emergent design
9.      Hasil Negosiasi
10.  Model Pelaporan Studi Kasus
11.  Interprestasi gambar
12.  Aplikasi Tentatif
13.  Fokus-batas ditentukan untuk angket sebagai dasar untuk memunculkan focus
14.  Kriteria khusus atas kepercayaan
            Perspektif metodologi postmodern termasuk pergantian logika atau perhatian yang lebih besar untuk moral sebagai bagian dari administrator publik. Klaim postmodernitas yang benar bahwa semua tindakan administrasi secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi yang lain dan bahwa adminstrasi publik tradisional tersembunyi , mengeneralisasikan atau mempengaruhi rasionalitas. Dalam administrasi publik berdasarkan postmodernitas, perhatian terhadap kebutuhan lain menjadi bergeser dari ide abstrak nonspesifik menjadi kongkrit, hidup dan nyata. Demikianlah agenda penelitian postmodern seringkali dilakukan dengan pertimbangan fungsi birokrasi level bawah dan konsekuensi dari fungsi yang lain. Postmodern menerima warisan penelitian pada birokrasi level bawah (street-level bureaucracy) dan memiliki kemajuan yang pesat dalam penelitian itu (Lipsky 1980, Maynard-Moody dan Musheno, 2003). Salah satu contoh kontemporer yang menarik adalah isu tentang “collateral damage” yang dihubungkan dengan perang.
            Penelitian postmodern telah menyumbangkan pemahaman dalam administrasi publik kepada masyarakat untuk menunjukkan bahwa isu-isu seperti itu telah menjadi bagian dari subjek dan agenda penelitian selama bertahun-tahun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar