REVIEW BUKU
THE
PUBLIC ADMINISTRATION THEORY PRIMER
BY H. FREDERICKSON &
KEVIN B. SMITH
Dikerjakan Oleh :
Birgitta Dwi H, Endang Widuri, Endarto, Siti Khusnul Dhoni
TM8/MAP/UB
TEORI
POSTMODERN
Teori postmodern administrasi publik
dapat dengan mudah dipahami sebagai antithesis dari positivism dan logika dari
objek ilmu sosial. Karena teori postmodern menolak banyak pendapat
epistemologis dasar tentang perilaku ilmu sosial, pada pokoknya hal itu sulit
menempatkan bagian pada teori post modern . Teori postmodern dipengaruhi oleh
teori kelembagaan dan teori managemen publik, oleh karena itu kita menilai hal
tersebut sebagai hal yang memiliki hubungan yang erat dengannya, sehingga
dimasukkan dalam bab ini.
Organisasi Humanisme Dan Positivisme
Konsep, ide dan argumen-argumen yang
menyatukan kita dalam teori postmodern, memiliki asal yang menarik pada
administrasi publik modern. Teori administrasi postmodern berasal dari pekerjaan
perintis yaitu Chester Barnard (1948) dan interpretasinya sebagai hasil dari
percobaan Hawwthorne (Roethlisberger dan Dickson 1939). Dalam perbedaannya
terhadap tekanan atau struktur organisasi formal dan prinsip-prinsip manajemen
pada awal administrasi publik, Barnard mendeskripsikan organisasi sebagai lingkungan
sosial tingkat tinggi dimana pekerjanya tertarik pada pengakuan dan dukungan
psikologis dengan gaji dan kondisi kerja yang menguntungkan. Dalam banyak
setting, wajah informal organisasi dalam kesehariannya menjadi lebih penting
dibandingkan dengan struktur birokrasi formal dalam hal kepuasan dan
produktifitas pekerja. Konsep Barnard kemudian disederhanakan dan diletakkan
dalam konteks filosofis oleh Douglas
McGregor (1960). McGregor berargumen bahwa individu dalam organisasi secara
alami cenderung untuk bekerja, mencari tanggung jawab, untuk bekerjasama,
menjadi produktif dan bangga akan pekerjaan mereka. Sedangkan organisasi
bagaimanapun berasumsi bahwa pekerja tidak suka bekerja dan jika diberikan
pilihan, akan menjadi malas dan lalai, oleh karena itu diperlukan arah dan
target produksi.
Pada akhir tahun 1960-an, sekelompok
ahli teori dalam pertemuannya di Syracuse University Minnowbrook Conference
Centre di negara bagia New York menentang apa yang mereka percayai sebagai
klaim yang berlebihan terhadap keabsahan ilmiah dalam administrasi publik.
Mereka prihatin dengan apa yang mereka nilai sebagai penyalahgunaan data dan
fakta untuk membenarkan kelanjutan dari perang Vietnam, dan mereka percaya
bahwa perilaku dan objek administrasi publik tidak relevan untuk menekan isu-isu
publik seperti perang, kemiskinan dan rasisme. Dari konferensi Minnowbrook dan
banyak pertemuan lain setelahnya, muncul satu set konsep yang menentang
pemikiran kolot/ortodok. Diantara konsep
dan asumsi yang muncul dari Minnowbrook dan apa yang mereka sebut dengan
administrasi publik baru, disebutkan inti dari administrasi publik post modern
adalah sebagai berikut:
1.
Administrasi publik dan
lembaga publik tidak dan tidak akan bisa netral atau objektif.
2.
Teknologi sering bersifat
dehumanisasi
3.
Hierarki birokrasi sering tidak efektif sebagai strategi
organisasi
4.
Birokrasi cenderung berubah
tujuan dan cenderung bertahan
5.
Kerjasama, konsensus dan demokrasi administrasi lebih mungkin dibandingkan dengan menerapkan
kekuasaan administrasi sederhana untuk menghasilkan efektifitas organisasi.
6.
Konsep modern dari
administrasi publik harus dibangun pada postbehavioral dan logika
positivist-lebih demokratis, adaptif, lebih responsive terhadap perubahan sosial,
ekonomi dan keadaan politik (marini, 1971)
Dari tahun ke tahun kelanjutan Minnowbrook,
beberapa peserta yang berorientasi pada Humanistik melanjutkan pertemuan,
biasanya tidak terstruktur dan fungsinya lebih seperti jaringan yang longgar
daripada sebuah organisasi. Pertemuan ini mengubah apa yang sekarang disebut
sebagai jaringan teori administrasi publik, atau PAT net. Yaitu sebuah kelompok
pelajar/sarjana yang diidentikkan dengan postpositivisme dan sekarang dengan
teori postmodern. Terdapat dua buah buku yang penting dalam perubahan ini yaitu
Thomas S.Kuhn The Structure of Scientific
revolution (1970) dan Peter L Berger dan Thomas Luckman’s The Sosial
Construction of Realility (1967). Kuhn secara umum membagi keyakinan antara
anggota PAT net dan Positivisme yang membangun paradigma administrasi publik baru.
Dari Berger dan Lukmann muncul adanya
paradigma yang akan membangun pondasi dari sosiologi postpositivist, dan
secara khusus pada logika konstruksi realitas sosial. Banyak literature dan
teori yang sekarang ditemukan pada praktek dan teori administrasi, Jurnal PAT
net, mencerminkan perspektif teoritis kearah administrasi publik. Perspektif
ini diilustrasikan cukup lengkap dalam proposisi kunci dan klaim paradigmatic
pada Michel M Harmons Action Theory For Publik Administration (1981):
- Pada administrasi publik, keduanya dianggap sebagai cabang ilmu sosial dan sebagai kategori praktek sosial, paradigma ini secara tepat dimengerti sebagai teori dari nilai dan pengetahuan yang bertujuan untuk meningkatkan praktek administrasi dan menggabungkan beberapa tipe teori.
- Yakin bahwa sifat alami manusia adalah pusat untuk membangun teori administrasi publik sama baiknya dengan cabang ilmu sosial lainnya. Dalam rangka menyediakan fondasi untuk mengembangkan dan menggabungkan epistomologi (bagaimana cara meneliti=metode) dengan teori deskriptif dan normatif, keyakinan ini seharusnya menjadi landasan ontology (apa yang diteliti) dibandingkan dipilih sebagai alasan untuk kemudahan.
- Unit primer dari analisis adalah teori sosial yang seharusnya menghadapi situasi dimana lebih disukai oleh individu dan meliputi banyak unit analisis, seperti kelompok, negara atau system.
- Orang secara alami lebih bersifat aktif dibandingkan pasif, dan lebih sosial daripada individualis. Maksudnya adalah bahwa orang memiliki otonomi pengukuran dalam menentukan tindakan mereka, dimana pada waktu yang sama terikat pada konteks sosial. Kontek sosial ini diperlukan tidak hanya untuk tujuan instrumental tetapi juga karena hal itu mendefinisikan statusnya sebagai manusia.
- Orang “aktif-sosial” secara alami mengimplikasikan epistomologis (ie. Aturan dasar untuk menentukan kebenaran/validitas dari pengetahuan), yang difokuskan pada pembelajaran tentang makna subyektif bahwa orang mengambil tindakan mereka sendiri dan tindakan yang lainnya.
- Deskripsi dan penjelasan dalam ilmu sosial seharusnya lebih terkait dengan tindakan, konsepnya adalah perhatian secara langsung pada tindakan keseharian manusia.
- Konsep tindakan memberikan dasar untuk menantang kecukupan teori ilmu sosial sebagai orientasi dasar untuk menuju observasi dan analisis perilaku.
- Isu konsep utama dalam pengembangan teori nilai pada administrasi publik adalah hubungan antara substansi dengan proses dan individu untuk nilai-nilai bersama.
- Nilai utama dalam pengembangan teori normatif pada administrasi publik adalah “mutuality” , yang merupakan alasan normative yang berasal dari hubungan langsung (pertemuan) antara orang-orang yang aktif secara sosial.
- Hanya sebagai teori deskriptif tentang kolektivitas besar yang dihasilkan dari pertemuan, maka sangat penting untuk didasarkan pada teori normatif tentang kolektivitas yang berasal dari persamaan dan ekspresi normatif dalam pertemuan. Ide dari keadilan sosial adalah perpanjangan logika dari penerapan persamaan pada kolektivitas sosial dan seharusnya dianggap sebagai alasan pokok “aggregate” keputusan kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan terus oleh organisasi publik (harmon 1981,4-5)
Aplikasi dari postpositifisme dalam
administrasi publik yang diinformasikan oleh phenomologi, dengan argument
filosofis bahwa penyelidikan ilmiah tidak dapat dijadikan dasar pada observasi
eksternal oleh peneliti asing. Tindakan personal dalam pengaturan secara
keseluruhan hanya dapat dimengerti dari sudut pandang pelaku sendiri (Denhardt,
1993). Pendekatan fenomologi mencari untuk menentukan bagaimana pelaku
menafsirkan keadaan mereka, maksud mereka melampirkan keadaan mereka, dan pola
penafsiran antar pelaku dalam setting kolektivitas (Harmon dan Mayer 1986).
Pada perspektif ini, maksud dan penafsirannya terletak pada inti dari perilaku
administrasi:
Makna
menjadi pusat untuk seorang ahli fenomologi dan mewakili suatu perubahan kritis
dengan teknik dari ilmu-ilmu alam. Semua kesadaran adalah kesadaran dari
sesuatu: kita mencari sesuatu, kita mengharapkan sesuatu, kita mengingat
sesuatu. Setiap tindakan dari kesadaran , sebagaimana kita menggambarkannya,
memberikan pemahaman bagaimana kita memberikan perintah. Kemampuan manusia
untuk menanggung suatu tindakan dengan maksud mencari makna yang sebenarnya
untuk diteliti oleh ilmuwan sosial. Sebaiknya, ilmuwan sosial harus mencari
jalan untuk mengerti bentuk dari kesadaran dan makna dari pelaku sosial
(Denhardt 1993,189)
Penganut pendekatan fenomologi untuk riset
dan teori dalam administrasi publik, cenderung digolongkan ke dalam kelompok ahli
teori penafsiran (interpretive
theorists camp), yang diwakili oleh
Michael Harmon, dan kelompok ahli teori kritis (critical theorists camp) yang diwakilii oleh Robert denhardt dan
Ralph Hummel.
Teori penafsiran atau teori aksi,
merupakan suatu tantangan langsung terhadap teori keputusan rasional (Harmon,
1989). Seperti yang dideskripsikan pada Bab 7, dalam sebuah keputusan- dari sudut
pandang teori- keputusan adalah titik fokal untuk memahami administrasi.
Berfikir sebelum memutuskan, dan memutuskan sebelum bertindak. Keputusan-teori
logika adalah berdasar pada satu asumsi tentang rasionalitas sebagai instrumen,
sepanjang hal itu memungkinkan untuk menghitung hubungan antara sarana dan
tujuan. Sebagaimana kebiasaan mereka, para pembuat keputusan akan secara
rasional mencari efisiensi untuk mencapai tujuan yang diinginkan, ditentukan oleh suatu
ukuran terhadap tingkatan tujuan yang ingin dicapai (Harmon dan Mayer 1986,123).
Teori keputusan memahami bahwa keputusan
akan menjadi unit kunci dari analisis. Teori tindakan alternative berargumen
bahwa pola hubungan antara berfikir, memutuskan, dan melakukan apa yang
diasumsikan dalam teori keputusan adalah jarang ditemukan. Selanjutnya,
dikotomi antara kenyataan dan nilai serta dikotomi antara sarana dan tujuan sudah
sejak lama hilang. (Lindblom 1965). Representasi yang akurat tentang kenyataan,
fakta, dan nilai, sarana dan tujuan tidak mudah untuk dipisahkan sebagai teori
keputusan.
Teori tindakan, teori interpretif alternatif untuk teori keputusan, mengklaim bahwa:
1.
Perbedaan epistomologi
antara nilai dan fakta, bagaimanapun berguna untuk tujuan instrumental,
mencerminkan rekonstruksi buatan dari proses dimana dunia sosial dipertahankan
dan diperebutkan. Proses sosial ini pada awalnya dicirikan oleh penyatuan dari apa
yang kemudian kita sebut sebagai “nilai” dan “fakta”. Demikian, perbedaan
fundamental antara tindakan dan perspektif keputusan dapat dijelaskan oleh
perbedaan sikap mereka yang membedakan prioritas epistomologi terhadap
perbedaan.
2.
Kemungkinan adanya
moral yang baik melekat pada proses kehidupan sosial adalah didasari oleh
nilai. Tetapi moral bukan merupakan sinonim untuk nilai atau tujuan, tetapi
mendeskripsikan kualitas yang melekat dalam tindakan seseorang yang digunakan
dalam interaksi sosial.
3.
Proses sosial adalah
proses utama dari perasaan kebersamaan dimana fakta sosial diproduksi dari
suatu negosiasi. Organisasi merupakan kontek struktur utama untuk membuat sebuah
pengertian dan menyusun pembuatan keputusan.
4.
Dibandingkan dengan
gagasan tindakan pendahuluan (dihubungkan oleh keputusan), gagasan dan tindakan
merupakan persamaan constitutive dan coextensive. Keputusan tidak secara objektif
nyata, tetapi objektifitas adalah arus yang mengalir dalam proses sosial.
Secara informal, keputusan mungkin adalah gagasan untuk menghentikan proses
Dalam perspektif teori tindakan, tujuan dan
nilai organisasi hanya dapat muncul dari
proses sosial yang didasarkan pada pola interaksi perilaku dan nilai-nilai yang
melekat pada mereka. Secara terpisah dan pendekatan nyata dalam teori
administrasi publik, konsep teori tindakan memiliki batasan daya tarik. Ide dan
konsep yang sedang berlangsung diinterpretasikan pada teori tindakan, yang
akhirnya menjadi teori administrasi publik.
Bersandar pada dasar fenomologi, teori
kritis dalam tradisi postpositivist terutama dipengaruhi oleh Jurgen Habermas
(1970,1971) dan perbedaan antara instrumen, interpretasi, dan alasan kritis.
Robert Denhart mengaplikasikan teori kritis merupakan:
Teori
kritis organisasi publik akan menguji dasar teknis dari dominasi birokrasi dan pembenaran
ideology dalam kondisi ini, dan akan ditanyakan dalam hal apa anggota dan klien
dari birokrasi publik mungkin lebih mengerti tentang batasan dari tindakan mereka dan pada
gilirannya mengembangkan model administrasi praxis.
Berlawanan
dengan penekanan pada tata tertib dan peraturan, kami menemukan di dalam
literature administrasi publik, bahwa pendekatan kritis dapat menekan kondisi
kekuatan dan ketergantungan pada karakteristik kontemporer kehidupan organisasi
dan mempertimbangkan potensi untuk konflik dan perusakan agar dapat meramalkan
kondisi tersebut. Banyak pendekatan akan memungkinkan kita untuk memikirkan
kembali isu dari perubahan organisasi
dalam terminologi dialectical, sebagai konsekuensi dari penggunaan
kekuatan bersaing dalam konteks linguistic, dan akan menjadi lebih banyak
pengertian dinamis dari kehidupan organisasi. Selain itu dengan banyaknya
pendekatan, menyatakan kontradiksi yang melekat pada hierarki organisasi.
Penetapan cara/jalan dalam hubungan kekuatan dan hasil ketergantungan dalam pengasingan
dan pemisahan, teori kritis dari organisasi publik secara laangsung akan
memberikan banyak usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan organisasi.
(Denhart 1993, 203-204).
Pendekatan Ralph Hummels’s untuk teori
kritis adalah lebih luas dan lebih tebal “ “Generasi pendatang/Newcommers” tulisnya,
Sudah
terbiasa dengan nasehat ini: berfikir kritis tentang kerja. Kita sekarang dapat
mempertanyakan struktur. Apakah perintah top-down benar-benar diperlukan? Apakah
hal itu efektif? Dapatkah hierarki diluruskan? Dapatkan divisi buruh
dihapuskan?
Kita
sekarang dapat mempertanyakan budaya. Apakah efisiensi dan kontrol adalah
satu-satunya nilai yang dikejar oleh birokrasi, publik dan privat? Bagaimana
dengan tujuan manusia diluar ini?
Kita
sekarang dapat mempertanyakan psikologi. Apakah kita perlu menerima perusakan
diri kita ketika masuk bekerja?
Kita
sekarang dapat mempertanyakan devaluasi kemampuan berbicara dari birokrasi.
Tentunya teriakan komando top-down dalam atmosfer ketakutan bukanlah
satu-satunya alat untuk membuat kita melakukan pekerjaan.
Akhirnya,
pertanyaan politik. Untuk sesaat dalam hal ini tampak tidak ada alternative
untuk perubahan politik birokrasi. Efisiensi dan kontrol menjadi standar ukuran
sukses disana. Kehilangan perasaan terhadap imajinasi politik (Hummel 1994,2-3)
Asosiasi tersebut dengan kedua jenis
pendekatan interpretatif dan pendekatan kritis untuk administrasi publik postpositifisme,
cenderung menjadi bagian dari gerakan latihan pengembangan. Secara sederhana, gagasan
latihan pengembangan untuk individu dan organisasi adalah untuk mencapai
potensi mereka. Pelatihan, sekarang sering disebut pembelajaran organisasi,
memungkinkan organisasi dan individu untuk memperoleh banyak kepercayaan, untuk
mendengarkan dan untuk mempraktekan komunikasi sesungguhnya (Argyris 1962;
Argyris dan Schon 1978; Golembiewski 1972). Tujuan intervensi organisatoris
semacam ini adalah untuk mencairkan kekakuan birokrasi dan memberdayakan
pekerja untuk mencapai potensi mereka. Ahli intervensi (interventionist) dalam organisasi tipe ini merupakan pendidik,
peneliti dan sekaligus agen perubahan (denhart 1993). Meskipun hal tersebut
naik dan turun sesuai jaman, pergerakan pengembangan organisasi tetap hidup dan
sehat; dalam bentuk modern, biasa disebut konsultan, dan mengembangkan potensi
manusia melalui training dan intervensi dalam memberikan jalan untuk latihan
terbaik, pembandingan, pencampuran kartu catatan dan kebiasaan modern lainnya
dalam pengembangan organisasi kontemporer.
Klaim paradigma mengenai postpositivisme
banyak terbukti ketika menerapkan logika mereka terhadap teori organisasi dan
manajemen. Kritik postpositifist terhadap karakteristik dan praktek dari
organisasi klasik dan manajemen memandang mereka sebagai sesuatu yang lebih
hierarkis, teknis, determinan dan mempermudah, dibandingkan dengan diri mereka
sesungguhnya. Perbandingan paradigm
David Clarks bermanfaat terutama karena dia tidak hanya mengatur
perbedaan konsep, tetapi juga mengevaluasi apa yang dia anggap sebagai
kesuksesan paradigma postpositivist. Yang paling terkenal adalah kesimpulannya
bahwa paradigma organisasi klasik dan logika ilmu positifist yang mendukungnya
mempunyai kekuasaan tertinggal yang luar biasa.
Penilaian Clark’s terhadap status
paradigma postpositivist untuk tujuan teoritis, berguna untuk mengisi sejumlah
variabel yang dipertimbangkan dalam evaluasi institusi publik. Teori ini
mencoba untuk menjelaskan apapun dan
untuk menghitung berapa besar pengaruh
yang mungkin dari semua variable yang menguntungkan yang disebut deskripsi
tebal dan ditemukan dalam studi kasus besar. Tetapi mereka juga memiliki
kerugian; mereka tidak dapat memberi penjelasan yang meyakinkan untuk dua dari
tiga kekuatan yang paling kuat mempengaruhi organisasi atau suatu kebijakan;
mereka juga tidak dapat meyakinkan kemungkinan terhapusnya ketertarikan.
Cakupan kompleksitas dalam argumen postpositivist adalah sangat dekat terkait
dengan semua aspek lain dalam hubungan sebab akibat dan morfogenesis. Segala
aspek postpositivist dipikirkan untuk mengevaluasi kecenderungan negative dari
institusi publik untuk menjadi stabil, dapat diramalkan, tertib dan dapat dipercaya.
Ketentuan memberi perintah pada birokrasi merupakan kecenderungan untuk
bertahan dari perubahan yang gampang terjadi, terutama perubahan eksternal yang
dilakukan oleh agen perubahan, atau secara internal dicapai oleh pekerja yang
diberdayakan, untuk membuat institusi publik menjadi lebih baik. Pada waktu
yang sama, pengertian umum terhadap pola perubahan organisasi yang sebenarnya
menjadi maju oleh penggunaan logika postpositivist terhadap perubahan sebagai sesuatu
yang berliku liku dan memiliki lebih sedikit rasionalitas dibandingkan teori
positivist yang akan diprediksikan (March dan Olsen 1989). Pola perubahan
organisasi secara jelas tidak linier, tetapi karakteristik postpositivist dari
teori kelembagaan klasik mendeskripsikan proses perubahan linier tidak akurat
untuk dimulai. Akhirnya, hierarki, sebuah masalah fundamental organisasi dari
persepektif postpositivist, menghasilkan kekuatan luar biasa.
Tabel 6. Profil dari paradigma organisasi baru dan
klasik
Organisasi :
|
Komentar
|
|
Simple
|
Kompleks
|
Paradigma klasik
Bukan panggilan yang sulit: batasan dari birokrasi
klasik adalah jelas; pada faktanya merupakan elemen/dasar, operasi efisien
dan efektif ; satu daya tarik bahwa hal itu merupakan operasi besar yang
sederhana, organisasi kompleks; mencapai birokrasi ideal secara permanen dan
berkelanjutan
|
Paradigma baru
Perubahan organisasi secara jelas dikenalkan
sebagai studi yang memiliki kompleksitas yang besar. Batasan birokrasi klasik
telah dibuka oleh penyelidik yang focus dengan kendala eksternal dan
pengaruhnya. Ahli teori individu (harapan, kebutuhan) dikenal menambahkan
variable kritis personal. Teori kontingensi dan batasan rasional bekerja
keras untuk menjelaskan kompleksitas yang tidak dapat ditemukan dalam model
weberian, tetapi batas hampir dicapai; model tidak dapat berdiri jika
ditambahkan beban.
|
||
Hierarki
|
Heterorarki
|
Paradigm klasik
Karakteristiknya adalah menegaskan aksioma dalam
paradigma weberian; hierarki adalah penting dan tidak berubah; aturan ditulis
dan mengikat; tindakan manusia diorientasikan pada fungsi hierarki; pemberi
perintah dan yang diperintah, pemimpin dan anak buah
|
Paradigma baru
Sedikit perpindahan; dasar dari hierarki adalah
penting dan tidak berubah. Modifikasi menangani style dan substansi. E.g.
pentingnya penghargaan pada pengikut yang patuh untuk hierarki adalah tidak
efektif, titik berat pada teknik partisipasi pembuat keputusan dan
desentralisasi paradigma borikrasi dapat mentolerir manipulasi minimal dari
konsep perintah.
|
||
Determinate
|
Indeterminate
|
Paradigma Klasik
Sifat dari weberian menandai definisi awal dari
paradigma klasik sebagai ketentuan. E. g tepat, jelas, nyata, berbagi dan
cerminan weber pada karakteristik sistem birokrasi termasuk calculability;
catatan dari weber , birokrasi adalah superior dalam ketelitian, dalam
stabilitas, dalam kerja keras untuk disiplinnya, dan hal itu dapat dipercaya
(Parson 1947,337)
|
Paradigma Baru
Sebuah perjuangan yang menarik terjadi pada
karakteristik ini didalam paradigm dominan. Dapatkah satu pendapat cukup bahwa
tidak ada perubahan dan kemungkinan
masih mengakui teori, kepemimpinan situasional, dan batas rasionalitas? Saya
pikir tidak. Bagaimanapun, nilai diadakan oleh siapa yang bekerja dalam
paradigma yang disarankan, kejelasan, calculability, dan dapat dipercaya
|
||
Linear causality
|
Mutual causality
|
Paradigm klasik
Rasional, karakteristik logis dari paradigm
birokrasi menguntungkan perbedaan antara sebab dan akibat; manajer
menginstrukskan tidak untuk memikirkan sirkulasi; mutual kausality
menyarankan bahwa banyak putaran hanya
sebagai aturan untuk meningkatkan; paradigm birokrasi adalah paradigm logis
rasional
|
Paradigma baru
Guba (1985) berkomentar pada papernya bahwa
pergerakan dalam penyelidikan pada karakteristik ini berasal dari pandangan linear dari teori
kegiatan Cook dan Campbell’s. kira-kira sesuai dengan perubahan dalam teori
administrasi. Ahli teori kontemporer mengakui beberapa hubungan dan mutual
causality, membahas aliran umpan balik dan umpan maju, tetapi akhirnya setuju
dengan isu sebagai batasan sementara untuk pemahaman kita tentang
organisasi-bentuk dari batasan causality.
|
||
Assembled
|
Morphogenic
|
Paradigma Klasik
kiasan morfogenik untuk perubahan organisasi tidak
terbayangkan dalam paradigm birokrasi; hal yang spontan, tidak diprediksi dan
secara alami terputus putus dari tantangan proses perubahan dasar struktur
rasional dari fungsi organisasi;
|
Paradigma Baru
Seleksi alami dan model evolusioner terkait
diterima mendapat perhatian oleh ahli teori organisasi untuk membantah kiasan
morfogenetik untuk perubahan organisasi adalah lebih teloran dibandingkan
karakteristik lain dari paradigm baru. Batu sandungan adalah luasnya tingkat
seleksi rasional mendominasi penggunaan kiasan. Konflik timbul disekitar isu
dari calculability dalam perencanaan untuk mengantisipasi perubahan
organisasi.
|
||
Objektif
|
Perspectival
|
Paradigma Klasik
Weber percaya bahwa birokrasi digambarkan sebagai perintah
alami, seperti mempercayai pendapat bahwa ada realitas objektif yang dapat
ditemukan; seperti yang dicatat Parson, weber mengaitkan metodologi dari ilmu
pengetahuan untuk masalah substansi dari tindakan rasional- kaitan tersebut
memimpinnya untuk posisi positivist dan birokrasi.
|
Paradigma Baru
Modifikasi dalam karakteristik ini lebih nyata.
Tidak seorangpun menyangkal dampak dari kenyataan konstruksi manusia pada
perilaku organisasi tetapi ahli teori, peneliti dan praktisi solid dalam keyakinan
mereka dalam mendeteksi relitas objektif disana.
|
Perspektif Postmodern dalam Administrasi Publik
-
Modernitas adalah penolakan pencerahan
premodernitas dan menggantinya dengan
pengetahuan yang berdasarkan sains (ilmu). Semua disiplin ilmu modern dan bidang sains berakar pada
pencerahan dan sebuah epistemologi yang berdasarkan observasi obyektif tentang fenomena dan deskripsi, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Epistemologi modernisme menganggap pola yang
terlihat, sebagai asosiasi yang bersifat positif dan rasional antara sarana dan
tujuan. Modernisme adalah mempelajari
pengetahuan melalui alasan, dan pengetahuan yang diperoleh, diasumsikan secara
sederhana untuk menjadi faktual dan benar.
-
Untuk
postmodernis, administrasi publik modern didasarkan pada logika pencerahan. Fakta mewakili proposisi atau hipotesis
yang berasal dari pengamatan, dikarenakan pengamat fakta adalah pembawa cerita
fakta, untuk postmodernis, bahasa mempuntai peranan penting. Konstruksi sosial
dari kenyataan didasarkan bahasa, dan bahasa merupakan inti dari argumen
postmodern. Jadi, dikatakan bahwa teori administrasi publik, pada kenyataannya,
merupakan bahasa administrasi publik (Farmer).
-
Postmodernis menggambarkan kehidupan
modern sebagai hiperrealiti (kenyataan yang hiper), sesuatu yang kabur antara
nyata dan tidak nyata. Postmodernitas adalah proses untuk menghancurkan makna.
Cita-cita kebenaran, rasionalitas, kepastian dan koherensi terasa lebih,
dikarenakan, untuk Baudrillard, sejarah telah berakhir.
-
Modernitas juga dicirikan dalam
postmodernitas sebagai otoriter dan tidak adil. Kebanyakan bahasa postmodern
berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah, termasuk kekuatan
birokrasi. Namun demikian, postmodernis tidak salah mengenai kemiskinan,
ketidakadilan dan ketidaksetaraan.
Partikularisme
-
Partikularisme harus dilakukan dengan
penekanan pada pemerintah dalam administrasi publik. Frederickson berpendapat
untuk sebuah konsepsi yang membedakan publik dari pemerintah: “ Publik hidup
secara independen dari pemerintah, dan pemerintah hanya salah satu
manifestasinya.
-
Akhirnya, partikularisme, dalam
postmodernity, terlalu sibuk dengan efisiensi, kepemimpinan, manajemen dan
organisasi. Saat ini, penekanan pada pengukuran kinerja menggambarkan sifat
fungsional administrasi publik modernis (Forsithe 2001).
Saintisme
-
Dimana-mana
terbukti bahwa sains/ilmu telah banyak dilakukan dengan mengembangkan teori
administrasi publik kontemporer. Menurut Simon, ilmu
merupakan bagian dasar dari apa yang sekarang digambarkan sebagai kecerdasan
artificial/buatan, ada perdebatan tentang kecerdasan khususnya kecerdasan
buatan. Namun demikian, system komunikasi modern, pembuatan robot, perjalanan
udara masa sekarang, dan banyak bentuk praktek medis modern, semuanya dibangun
atas logika ilmiah kecerdasan artificial/buatan.
-
Sains juga digunakan secara lebih santai
dalam administrasi publik. Fakta
sederhana bahwa sains digunakan dalam administrasi publik dengan cara ini, menunjukkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan untuk
semua disiplin ilmu modern dan bidang akademik.
-
Karakterisasi
ilmu pengetahuan, selain dari kualitas orang-orang kepercayaan
(strawman), juga
mempunyai aplikasi yang terbatas
untuk administrasi publik. Hampir semua aspek penerapan ilmu pengetahuan untuk administrasi publik
diperdebatkan selama lebih dari lima puluh tahun yang lalu oleh dua tokoh saat itu, Dwight Waldo dan Herbert Simon.
-
Saat
ini, administrasi publik masih berupa ilmu pengetahuan dan seni, fakta dan nilai-nilai,
Hamilton dan Jefferson, politik dan administrasi, Simon dan Waldo.
Meskipun karakterisasi sederhana, karya awal Simon dapat digambarkan sebagai administrasi
publik yang
sangat modern. Karena
pekerjaan Waldo selalu mempertanyakan keutamaan ilmu sosial objektif rasional,
Waldo bisa dianggap sebagai tokoh administrasi publik postmodern yang pertama.
Teknologisme
-
Administrasi umum selalu dikaitkan dengan cara-cara untuk mengatur dan
mengelola. Didefinisikan dalam arti luas, ini adalah teknologi administrasi
publik. Banyak organisasi publik dan manajemen berteknologi rendah, tetapi juga
sangat banyak
manajemen dan organisasi institusi berteknologi tinggi (Farmer 1995,89).
-
Semua
sistem sosial modern cenderung ingin menemukan jawaban teknologi untuk
pertanyaan sosial, ekonomi dan politik. Postmodernis menunjukkan bahwa
pencarian jawaban teknologi untuk pertanyaan sosial, ekonomi, dan politik
cenderung aneh. Postmodernis, seperti pengamat sosial secara umum, khawatir
tentang aspek manusiawi dari kedua fungsi birokrasi, dengan sistem
teknologi rendah dan teknologi tinggi, dan mereka memiliki bukti untuk
mendukung kekhawatiran mereka.
-
Terdapat
serangkaian literatur tentang masalah etika dan moralitas publik. Administrasi publik, bila dibandingkan dengan aplikasi lain, bidang interdisipliner, seperti perencanaan, kerja
sosial, administrasi bisnis, atau hukum, selalu membuat penekanan yang relatif
kuat pada nilai-nilai dan etika.
Perusahaan/Enterprise
-
Selama bertahun-tahun,
retorika telah berubah. Tahun 1990an menciptakan kembali inisiatif pemerintah
di semua tingkat pemerintahan, menyerukan administrator publik untuk menjadi
pengusaha dan untuk menerobos birokrasi dengan membimbing sektor publik ke arah
yang lebih berorientasi pelanggan, ide yang diambil langsung dari buku
perusahaan (Osborne dan Gaebler 1992). Reinventor juga akan memperbaiki
administrasi publik dengan menerapkan konsep pasar seperti persaingan lembaga,
lebih produktif melalui biaya khusus dan privatisasi pelayanan publik.
-
Penekanan baru pada bisnis dan privatisasi juga telah
dikritik (Frederickson, 1999). Kritik administrasi publik tentang penerapan ide
bisnis adalah bahwa konsep-konsep bisnis jarang dilakukan sehari-hari di sektor
publik. Tetapi ada kekuatan politik dan ekonomi yang kuat, yang pada umumnya
mendukung penerapan konsep-konsep bisnis untuk manajemen publik.
-
Perspektif postmodern,
kritik dari administrasi publik modernis meliputi (1) ketergantungan pada
logika dan epistemologi ilmu sosial obyektif rasional, (2) dukungan implisit
diberikan kepada rezim otoriter dan merupakan rezim yang tidak adil; (3 ) bias
ke arah partikularisme Amerika; (4) lampiran yang terlalu besar itu harus
meliputi manajemen fungsional dan teknologi organisasi, dan (5) kesediaan untuk
menjadi lebih, dipengaruhi oleh logika kapitalis dari perusahaan. Setelah
meninjau kritik postmodern atas administrasi publik modernis, sekarang kita
beralih ke pertanyaan yang lebih sulit: setelah semua pembahasan ini, apakah administrasi
publik postmodern?
Mencari Teori Administrasi Publik
Postmodern
v Administrasi publik Postmodern harus
dipahami sebagai meniadakan pola pikir inti dari modernitas, dan meniadakan asumsi pemikiran penting yang digarisbawahi
selama lima abad terakhir. Postmodernitas harus ditafsirkan sebagai sanggahan pola
inti dari ide-ide pandangan dunia yang berlaku umum
atau filsafat hidup yang merupakan modernitas
v Perbedaan dan pertentangan antara
modern dan post modern
Modernist
|
Postmodernist
|
Form (conjunctive, closed)
|
Antiform (disjunctive, open)
|
Purpose
|
Play
|
Hierarchy
|
Anarchy
|
Mastery/Logos
|
Exhaustion/Silence
|
An
Object/Finished. Work
|
Process/Performance/Happening
|
Distance
|
Participation
|
Creation / Totalization
|
Decreation/Deconstruction
|
Synthesis
|
Antisynthesis
|
Presence
|
Absence
|
Centering
|
Dispersal
|
Signified
|
Signifier
|
Narrative
|
Antinarrative
|
God the Father
|
The Holy Ghost
|
Symptom
|
Desire
|
Origin/Cause
|
Difference -
Difference/Trace
|
Metaphysics
|
Irony
|
Determinancy
|
Indeterminancy
|
Source: Hanson and
Rose, quoted in Rose 1991
v Administrasi publik dan prakteknya didukung
oleh narasi tertentu. Satu narasi merupakan tujuan teori administrasi publik
yang harus objektif. Narasi kedua adalah efisiensi dengan
tujuan yang layak dari praktek administrasi publik
v Ahli postmodern mendekatkan
efisiensi untuk menjadi bagian dari master narasi dan kemudian mendekonstruksi
narasi itu. Konsep kedua efisiensi dan aplikasi praktis efisiensi seperti
analisis biaya-manfaat atau kinerja pengukuran. Intinya adalah bahwa efisiensi
hanya mewakili atau mensimulasikan beberapa fenomena aktual yang kita pilih
untuk digambarkan sebagai efisiensi.
v Efisiensi adalah bagus dan
inefisiensi adalah buruk. Dekonstruksi dalam bahasa postmodern, mirip dengan
kritik standar efisiensi sudah ditemukan dalam literatur administrasi publik.
Contohnya adalah munculnya apa yang disebut manajemen publik baru. Dalam
dialektika postmodern, digambarkan bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan
perempuan dalam administrasi publik.
Perspektif Feminis dalam Administrasi Publik
v Sejak perempuan pertama masuk dalam
pemerintahan pada pertengahan abad ke-19, pengalaman hidup mereka didalam lembaga umum pada dasarnya berbeda dari laki-laki.
Perempuan dibayar lebih sedikit, adanya pembagian pekerjaan rutin yang tidak
proporsional, perjuangan untuk mengakomodasi dirinya dalam praktek-praktek
organisasi yang didefinisikan untuk laki-laki, bagaimana untuk menyisihkan
peran laki-laki tanpa kehilangan pekerjaannya dan berjuang untuk menyeimbangkan
tuntutan bekerja dengan apa yang diharapkan dari mereka.
v Argumentasi lain bahwa peran politik
dalam administrasi publik yang feminin-misalnya norma pelayanan. Pada tingkat ideologi budaya, bahwa wanita yang melayani orang lain sedangkan laki-laki dilayani; wanita
tanpa pamrih mengabdikan diri untuk membantu orang-orang sementara laki-laki
mengejar kepentingan diri sendiri. Jadi yang membedakan administrator publik
dari para ahli lainnya adalah tanggung jawab terhadap pelayanan dan
responsivitas. Teoretis mungkin memuji kebaikan dan
responsifitas birokrat yang melayani kepentingan
umum, tetapi argumen akan menghadapi berbagai hal sampai pada pengakuan terhadap responsivitas, kepedulian, dan
pelayanan yang telah membudaya.
v Parker berpendapat bahwa dalam
administrasi, proses lebih penting daripada hirarki dan otoritas, bahwa
pelaksanaan kekuasaan adalah fitur utama dari perilaku birokrasi, dan bahwa
pandangan analis realitas lebih merupakan menafsirkan fungsi dari pengalaman praktis daripada
mengejar temuan obyektif. Semua ini perspektif teoritis dianggap lebih feminin
daripada maskulin.
v Kaum feminis melihat kepemimpinan secara berbeda. Logika maskulin mengambil alih, menjadi
pengambil kebijakan, pelaksana kewenangan, maksimalisasi efisiensi, dan
berorientasi pada tujuan. Logika kepemimpinan feminis dimana terlihat sangat
mirip dengan logika pemerintahan yang demokratis ditemukan dalam kelompok
administrasi publik postpositivist - pengambilan keputusan, konsensus, kerja
tim, musyawarah, dan wacana.
v Dari perspektif feminis, gambaran dari administrator publik sebagai pemandu, pahlawan,
atau pemimpin dengan profil tinggi adalah maskulin. Penerapan keadilan, belas
kasih, kebajikan, dan berorientasi untuk kepentingan masyarakat dianggap lebih
feminin. Perspektif wanita pada administrasi negara jauh lebih mungkin untuk dikembangkan dalam
kesekretariatan atau di meja petugas sosial ketimbang
sebagai anggota “Layanan Eksekutif Senior”. Pendekatan feminis dalam administrasi publik berarti mengacu tempat
wanita secara realistis dalam birokrasi dan hambatannya untuk mendapatkan
partisipasi.
Teori Postmodern
dan Imajinasi
Imajinasi adalah penting dalam teori
administrasi publik postmodern karena menunjukkan perubahan, gambaran, alegory,
cerita dan permainan perumpamaan suatu peran utama pada apa yang dipikirkan
manusia, mengacu kepada imajinasi sebagai seni pada kreatifitas manajemen.
Ketika dihubungkan dengan teori dan metodelogi penelitian, dapat digambarkan
sebagai model tindakan penting atau
penelitian etnografi dimana analisis dan intervensi tidak hanya diikutsertakan
dalam penelitian tapi juga dianggap membantu organisasi bagaimana mempelajari dan
memperbaiki organisasi tersebut.
Versi kedua prespektif imajinasi
dihubungkan dengan kepemimpinan dan strategi manajemen. Ini adalah sebutan
untuk para administrator publik untuk memperbaiki kapasitasnya dalam melihat
dari semua sudut pandang, memiliki visi yang lebih besar dan menanggung
resiko.
Walaupun imajinasi dan visi adalah
pusat dari pendapat postmodern, tetapi dalam beberapa hal pendapat ini adalah
premodern. Visi mereka dianggap membicarakan hal utama yang menjadi ciri dalam
pengorganisasian dan pelaksanaan
kekuasan dalam dunia premodern. Dan juga orang-orang yang memegang kekuasaan
melalui garis keturunan yang menguasai
tanah dan tentara dalam dunia postmodern. Jika logika rasionalitas memiliki
kelemahan, jika melalui pengorganisasian dan memanajemen sektor publik kurang
menghasilkan rasionalitas dari seluruh
efektivitas organisasi maka visi dan imajinasi administrasi publik modern tidak
jelas mengarah kemana. Mengacu kepada Plato dalam pandangan David Farmer’s view
“ Pemerintahan terbaik adalah tanpa hukum dan negarawan sejati adalah seorang
yang menyesuaikan peraturan kepada masing-masing kasus individu. Dalam
postmodernity, perkembangan ini akan terjadi pada konteks baru, salah satu yang
disebut Baudrillard sebagai transpolitik
(1995,177). Transpolitik adalah kecacatan seluruh struktur dalam semua bidang.
Ini membawa kita pada elemen postmodern administrsai publik yang memberi warna
berbeda baik antistate atau anti hukum atau antistate terbuka.
Karateristik
Antistate Pada Teori Postmodern
Walaupun prespektif postmodern itu
memperluas generalisasi secara keseluruhan tapi cenderung menjadi apa yang
disebut antistate atau antiauthorisasi. Postmodernitas lebih menyesuaikan diri
dengan kelemahan negara dan lebih terbuka dengan kritik langsung terhadap
negara. Karena hal tersebut teori administrasi publik postmodern muncul lebih
membuka perspektif pemahaman isu-isu kontemporer yang dihadapi dalam hal penurunan kesadaran
akan negara.
Munculnya negara modern secara
parallel bersamaan dengan munculnya pencerahan. Walaupun teori birokrasi muncul
kemudian, praktek birokrasi terlebih dahulu muncul di negara dan secara
sederhana ditambahkan kedalam negara modern (Weber 1952,Gladden 1972). Dalam
negara demokrasi modern, birokarsi diasumsikan berdasarkan legitimasi hukum,
konstitusi, pengangkatan resmi dan masa jabatan yang semua diasosiasikan dengan
asumsi utama yurisdikatif dan kedaulatan bangsa. Dekontruksi postmodern pada
konsep negara dan fungsi negara dibentuk dari :
1. Negara
sebagai suatu tempat,memiliki wilayah dengan batas-batas tertentu
2. Negara
sebagai bagian dari sejarah, konstruksi realitas sosial dan dapat digunakan sebagai
pelajaran
3. Negara menciptakan mitos yang
mengambil peranan penting.
4. Negara didukung oleh tradisi dan musuh
yang turun temurun
5. Negara adalah pelaksanaan kekuasaan
dalam bentuk tindakan legitimasi kedaulatan atas nama negara.
6. Negara membebani pajak pada warganya
7. Negara
diharapkan oleh warganya atau penduduknya sebagai penyedia kebutuhan, stabilitas, kemampuan prediksi dan identitas.
Postmodernitas
berpendapat bahwa dalam dunia modern
seluruh karateristik dalam negara adalah permainan. Batas-batasnya menjadi
rapuh bagi masyarakat, uang, penyakit dan polusi. Masyarakat semakin mobile,
batasan tempat, yurisdiksi dan negara semakin berkurang. Bisnis semakin global.
Banyak transaksi modern sekarang bersifat virtual, berteknologi canggih dan
tanpa memperhatikan batasan-batasan negara dan juga, transaksi-transaksi
semakin sulit diatur dan dikenai pajak.
Politik dalam negara-bangsa modern
sangat bertentangan dengan keadaan postmodern. Politik jauh dari prinsip
pengorganisasian dalam kehidupan sosial, ditampilkan sebagai aktivitas
sekunder, jika tidak bentuk artificial kurang cocok dalam resolusi masalah
praktis dalam dunia modern. Kemunduran legisaltif yang dipengaruhi politik uang
dan kekuatan kepentingan kelompok yang dimiliki, dalam perspektif postmodern
dicemari oleh sistem politik yang telah dikeringkan oleh legitimasi.
Administrasi publik postmodern semua
adalah tentang proses, prosedur dan penelitian untuk peraturan. Seorang
postmodernist mendiskripsikan aturan untuk agen negara yang digabungkan dengan
agen negara lain dalam suatu penelitian kolektif sebagai rantai yang tidak terlihat yang dapat
mengikat orang secara bersama. Teori administrasi publik postmodern menekankan
pada tim kerja.
Perspektif
Metodologi dan Kontribusi Pada Pendekatan Postmodern Pada Bidangnya
Salah satu karateristik dari teori
administrasi publik postmodern dilakukan dengan pendekatan metodologi.
Postmodern menolak empirisme dan dari objektivitas lebih empiris dalam metodologi
kualitatif. Diskripsi lebih komplek pada prespektif metodologi ini adalah
angket naturalis, pendekatan lebih diidentifikasikan dengan postpositivism
daripada dengan postmodernisme. Pendekatan metodologi dalam operasional angket
naturalistik mengikuti :
1.
Keadaan natural
2.
Kepentingan manusia
3.
Pemanfaatan pengetahuan tacit (intuisi
dan perasaan)
4.
Metode Kualitatif
5.
Purposive samplingn
6.
Analisis data induktif
7.
Teori Grounded
8.
Emergent design
9.
Hasil Negosiasi
10. Model
Pelaporan Studi Kasus
11. Interprestasi
gambar
12. Aplikasi
Tentatif
13. Fokus-batas
ditentukan untuk angket sebagai dasar untuk memunculkan focus
14. Kriteria
khusus atas kepercayaan
Perspektif metodologi postmodern
termasuk pergantian logika atau perhatian yang lebih besar untuk moral sebagai
bagian dari administrator publik. Klaim postmodernitas yang benar bahwa semua
tindakan administrasi secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi yang lain
dan bahwa adminstrasi publik tradisional tersembunyi , mengeneralisasikan atau
mempengaruhi rasionalitas. Dalam administrasi publik berdasarkan postmodernitas,
perhatian terhadap kebutuhan lain menjadi bergeser dari ide abstrak nonspesifik
menjadi kongkrit, hidup dan nyata. Demikianlah agenda penelitian postmodern seringkali
dilakukan dengan pertimbangan fungsi birokrasi level bawah dan konsekuensi dari
fungsi yang lain. Postmodern menerima warisan penelitian pada birokrasi level
bawah (street-level bureaucracy) dan memiliki kemajuan yang pesat dalam
penelitian itu (Lipsky 1980, Maynard-Moody dan Musheno, 2003). Salah satu contoh
kontemporer yang menarik adalah isu tentang “collateral
damage” yang dihubungkan dengan perang.
Penelitian postmodern telah menyumbangkan
pemahaman dalam administrasi publik kepada masyarakat untuk menunjukkan bahwa
isu-isu seperti itu telah menjadi bagian dari subjek dan agenda penelitian
selama bertahun-tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar