REVIEW BUKU
THE
PUBLIC ADMINISTRATION THEORY PRIMER
BY H. FREDERICKSON &
KEVIN B. SMITH
Dikerjakan Oleh:
INNEKE
M. F, KHUSWANTORO A, LENY Y, LULUK KHUROIDAH
TM8/MAP/UB
TEORI PILIHAN RASIONAL
I.
Pengantar: Apakah
Teori Pilihan Rasional Itu?
Pilihan rasional merupakan teori ekonomi yang
diaplikasikan pada sektor publik. Teori ini mencoba menjembatani antara mikro
ekonomi dengan politik dengan melihat tindakan-tindakan warga negara, politisi,
dan pelayan publik sebagai sebuah analogi terhadap kepentingan pribadi produsen
dan konsumen (Buchanan, 1972). Ada beberapa nama untuk konsep ini, seperti
ekonomi politik atau welfare economics,
namun yang paling sering dipakai adalah istilah pilihan rasional atau pilihan publik.
Teori ini bermula dari tulisan Adam Smith yang berjudul The
Wealth of Nations (pertama kali dipublikasikan pada tahun 1776) yang
merupakan konstruksi teori ekonomi neoklasik. Menurut Smith, manusia bertindak
yang didasari kepentingan pribadi, melalui mekanisme “invisible hand”, bisa
menghasilkan manfaat kolektif yang berguna bagi masyarakat. Contohnya, seorang
pengusaha mungkin termotivasi hanya untuk memperkaya diri sendiri, namun
kemampuan mereka untuk memperoleh keuntungan bergantung pada kemampuan mereka
memproduksi barang-barang yang lebih murah dan lebih berkualitas dibandingkan
para pesaingnya. Barang berkualitas dengan harga lebih murah pastinya
bermanfaat bagi setiap orang. Jika ini benar, maka implikasinya permintaan
sosial dan kepentingan kolektif dapat dihasilkan melalui mekanisme pasar bukan
melalui kekuasaan pemerintah. Unsur-unsur dasar berupa pelaku dengan motif
kepentingan pribadi, kompetisi antar produsen, dan pasar yang relatif tidak
terregulasi merupakan ciri-ciri pemikiran ekonomi neoklasik yang merupakan
pusat dari teori pilihan rasional.
Walaupun dasar teori pilihan rasional sudah ada sejak
abad ke-18, penerapannya di bidang administrasi publik baru dikenal melalui
buku An Economic Theory of Democracy
karya Anthony Downs (1957) dan The Calculus of Consent karya James
Buchanan dan Gordon Tullock
(1962). Karya Buchanan dan Tullock dipandang sebagai pendiri formal teori ini.
Menurut kerangka teori ini warga dan pelayan publik tidak terikat secara politik
karena komitmen, namun terikat secara politik karena alasan yang sama dengan
prilaku ekonomi, yaitu mereka termotivasi atas dasar kepentingan pribadi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Buchanan dan Tullock, ada
dua asumsi kunci dalam teori pilihan rasional, yaitu 1) rata-rata individu
memaksimalkan kepentingan untuk dirinya sendiri. Artinya setiap orang
mengetahui tujuan dan pilihan-pilihannya. Ketika mereka dihadapkan pada
seperangkat pilihan maka mereka akan memilih hal-hal yang memberi kemanfaatan
maksimal dan biaya minimal bagi dirinya. 2) Hanya individu dan bukannya
kelompok yang membuat keputusan, yang dikenal dengan istilah individualisme
metodologi (methodological individualism)
yang menganggap keputusan kolektif merupakan jumlah dari pilihan individu. Dari
premis sederhana ini para pemikir pilihan rasional telah mengkonstruksi secara
deduktif seluruh teori perilaku individu dan organisasi, kemudian memperluas implikasinya
ke dalam pengembangan administrasi pemerintahan. Kita tidak bisa memandang
sebelah mata pada teori ini karena dampak dari teori ini terdapat pada tiga
area primer berikut ini: 1) Prilaku organisasi, teori ini menawarkan sebuah
kerangka berpikir untuk menjawab pertanyaan “mengapa birokrasi dan birokrat
melakukan apa yang mereka kerjakan?” 2)
Pelayanan publik, teori ini menawarkan sebuah penjelasan bagaimana public goods dihasilkan dan dikonsumsi,
yang merupakan awal dari reformasi sektor publik yang mengubah anggapan tentang
administrasi publik tradisional 3) Klaim atas orthodoks baru, para pembela
teori ini berpendapat bahwa teori pilihan rasional merupakan penerus ide-ide
Wilson dan Weber. Secara normatif teori pilihan rasional merupakan cara untuk
menggabungkan teori ekonomi yang diformulasikan oleh Adam Smith dengan
teori demokrasi yang diformulasikan oleh
James Madison dan Alexander Hamilton.
II.Birokrat
Rasional, Birokrat yang Memaksimalkan Diri Sendiri
Menurut
asumsi dasar teori pilihan rasional, apa yang dilakukan oleh birokrasi dapat
dipahami dengan cara memandang birokrasi sebagai pihak yang memaksimalkan
manfaat untuk kepentingan diri sendiri. Tullock menjelaskan bahwa birokrat akan
mencari keuntungan maksimal untuk kepentingan diri sendiri melalui peningkatan
karir, dan untuk mencapai peningkatan karir tersebut biasanya melalui
rekomendasi atasannya. Karenanya, untuk mencapai peningkatan karir seorang
birokrat akan memberikan informasi yang baik kepada atasannya dan menyembunyikan
informasi yang tidak baik. Pada situasi
yang ekstrim, sampai pada kondisi “bureaucratic
free enterprise”, artinya lebih mengejar kepentingan mereka sendiri
daripada melaksanakan misi publik yang diembannya.
Sementara itu, Downs menggolongkan tipe
kepribadian birokrat menjadi lima golongan: 1) climber, birokrat yang ingin
memaksimalkan kekuasaan, penghasilan, dan prestisnya 2) conserver,
birokrat yang ingin memaksimalkan rasa aman dan kesenangan dan cenderung
mempertahankan hak istimewa dan fungsinya daripada mencoba untuk berinovasi
hal-hal baru 3) zealot, birokrat yang termotivasi untuk membuat kebijkaan-kebijakan
tertentu walaupun kebijakan itu menghadapi banyak hambatan. Mereka biasanya
bukan administrator yang baik, sehingga jarang mencapai jenjang organisasi yang
tinggi 4) advocate, seperti zealot
yang secara agresif ingin membuat kebijakan tertentu hanya saja lebih terbuka
terhadap pengaruh dari rekan kerja dan atasan
5) statesmen, birokrat yang
mengedepankan kepentingan publik dengan mempromosikan tujuan-tujuan kebijakan
secara luas. Pada jangka waktu yang panjang, birokrat cenderung menjadi conserver. Secara keseluruhan Downs
menyimpulkan bahwa birokrat yang rasional dan memaksimalkan kepentingan dirinya
sendiri akan menjadi aparat publik yang susah diatur, dan maksimal hanya
berorientasi setengah hati terhadap kepentingan publik yang diduga terkandung
dalam misi mereka.
William Niskanen adalah seorang tokoh
yang memasukkan peran penting teori pilihan rasional dalam menjelaskan perilaku
birokratik. Niskanen berhasil menciptakan teori ekonomi prilaku birokratik
formal yang pertama, yang berdasar pada derivasi matematika mengenai manfaat
dan fungsi produktivitas dari birokrat dan birokrasi. Niskanen menganalogikan birokrat
dengan individu sebagai pelaku ekonomi yang ingin mendapatkan keuntungan
personal melalui keputusan-keputusan yang bisa meningkatkan manfaat seperti gaji,
bonus, kekuasaan, prestis, dukungan, reputasi, dan agency output. Jika manfat-manfaat tersebut dihubungkan dengan
keseluruhan anggaran sebuah lembaga pemerintah, birokrat yang rasional tentunya
akan membuat anggaran yang sebesar-besarnya. Walaupun tidak semua birokrat hanya
mementingkan dirinya sendiri, namun keterbatasan informasi tentang hal-hal yang
benar-benar menjadi kepentingan publik menyebabkan birokrat tidak bisa secara
efektif memenuhi kepentingan publik. Karenanya tidak mungkin seorang birokrat
untuk bertindak atas dasar kepentingan publik, bukan karena dia tidak memilki
motivasi tapi lebih disebabkan oleh keterbatasan informasi yang dimiliki dan
karena konflik kepentingan dengan birokrat-birokrat lainnya.
Niskanen kemudian membuat sebuah
analogi pasar dimana birokrat merupakan produsen monopoli dari pelayanan publik
dan legislatif merupakan pembeli monopsoni. Birokrat memaksimalkan anggaran
dengan “menjual” pelayanan publik pada level tertentu pada legislatif. Pasar
dengan produsen monopoli dan pembeli dominan hasilnya mudah ditebak, yaitu
inefisiensi dalam produksi dan suplai
melebihi permintaan. Untuk mengatasi disfungsi pada pelayanan publik ini,
Niskanen menyarankan pembiayaan pelayanan publik ditekan hingga level bawah dan
persetujuan anggaran harus disetujui 2/3 suara legislatif.
III.
Warga Negara yang
Memaksimalkan Kepentingan Diri Sendiri dan Hipotesis Tiebout
Meskipun
pilihan rasional memiliki dampak yang cukup signifikan pada studi tentang perilaku
organisasi, teori dan implikasi yang terbesar terdapat pada warga negara
daripada birokrat. Analogi pasar menjadi lebih tajam ketika pilihan rasional
diterapkan pada warga negara dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
lokal. Menurut kerangka berpikir teori ini, warga mengkonsumsi pelayanan
publik dengan pola dan motivasi seperti membeli mobil atau minuman ringan. Warga
bisa memilih barang publik (public good)
sesuai dengan selera masing-masing tanpa terpengaruh atau merugikan orang lain.
Karena itu Niskanen menyatakan bahwa akan lebih baik apabila pelayanan publik
diserahkan pada mekanisme pasar daripada hanya terpusat pada kewenangan satu
lembaga pemerintah. Warga sebagai konsumen memiliki berbagai pilihan paket
pelayanan pajak dan bisa pindah ke tempat (daerah) yang sesuai dengan pilihan
masing-masing. Kompetisi antar lembaga akan menyebabkan lembaga berusaha untuk
melayani publik lebih baik dengan biaya yang lebih murah kalau tidak ingin
ditinggalkan oleh warganya.
Argumentasi ini untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Charles Tiebout
(1956). Seperti juga Tullock, Downs, dan Niskanen, Tiebout mengasumsikan self-interest dan methodological individualism pada teorinya. Namun yang disoroti
bukan kerja internal birokrasi melainkan hubungan antara warga negara dengan
lembaga pemerintah sebagai konsumen dan produsen public goods. Dia mengemukakan bahwa sebuah pasar pelayanan publik
yang kompetitif bisa tercipta jika warga negara yang berpindah bisa menerima
pelayanan publik dan memilih aturan pajak yang cocok dengan pilihannya di
wilayah lain. Jika warga bisa memilih tinggal di wilayah tertentu dengan aturan
pajak yang berbeda maka ini akan menjadi tekanan bagi pemerintah lokal sehingga
mereka bisa meresponnya dengan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan
warga. Hasilnya, paling tidak secara teori, akan dihasilkan pelayanan publik
yang efisien sesuai keinginan warga. Ada dua asumsi dari hipotesis ini. Pertama,
warga negara benar-benar mobile sehingga
mereka dengan mudah berpindah dari satu komunitas ke komunitas lain. Kedua,
warga negara memiliki informasi yang sangat baik tentang perpajakan di beberapa
wilayah yurisdiksi. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji
hipotesis Tiebout, namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara
kumulatif tidak mengkonfirmasi dan tidak juga menolak hipotesis ini.
Walaupun ada banyak perdebatan tentang
model Tiebout ini, argumen dasar model ini telah mempengaruhi arus utama
politik dan menyebabkan sejumlah reformasi pada lembaga-lembaga pemerintahan.
Gerakan “menciptakan kembali” pemerintahan (“reinvent”
government) pada tahun 1990-an melalui desentralisasi dan mendorong
kompetisi merupakan contoh populernya model ini dalam reformasi sektor publik.
IV.
Pilihan
Rasional sebagai Ortodoks Baru
Para
pendukung teori pilihan rasional menunjukkan bahwa pilihan rasional bukanlah
semata-mata kerangka berpikir ilmu ekonomi yang diadaptasikan untuk memahami
perilaku birokratis dan produksi pelayanan publik, namun juga sebagai sebuah
normatif, yaitu teori demokratis dari administrasi. Vincent Ostrom dalam bukunya The
Intellectual Crisis in Public Administration (1989) menjelaskan bahwa dasar
intelektual administrasi public dibangun atas dasar preposisi teoritis yang
diformulasikan oleh Woodrow Wilson, yaitu: 1) selalu terdapat pusat kekuasaan
yang dominan dalam system pemerintahan, 2)semakin banyak kekuasaan dipecah,
semakin tidak bertanggungjawab dan semakin sulit dikontrol. 3) struktur
konstitusi menentukan komposisi kekuasaan pusat 4) proses pemerintahan dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu penentuan keinginan Negara (politik) dan
pelaksanaan keinginan Negara (administrasi) 5)meskipun institusi dan proses
politik bervariasi antar satu pemerintahan dengan pemerintahan lainnya, semua
pemerintahan mempunyai kemiripan structural yang kuat dalam administrasi 6)
administrasi yang “baik” diperoleh dari hierarki jasa public professional yang
benar 7)penyempurnaan administrasi yang baik adalah kondisi yang penting untuk
peningkatan kesejahteraan manusia. Ostrom berpendapat bahwa teori preposisi
Wilson ini mengabaikan konsep Max Weber yang mendeskripsikan alternatif yang
demokratis untuk dasar hirarki dan otorisasi yang melekat dalam birokrasi.
Menurut Weber administrasi yang demokratis mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut: 1) semua orang diasumsikan mampu untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan urusan public 2) keputusan yang penting terbuka bagi semua anggota
masyarakat dan wakil pilihannya 3) kekuasaan membaur secara luas, tidak
terkonsentrasi dalam pusat yang dominan 4) fungsionaris administrative adalah
pelayan public, bukan elit teknokratik sebagai tuan (Ostrom, 1973: 65-86).
Ostrom menyatakan bahwa teori pilihan
rasional bisa menjadi alat yang jelas untuk mewujudkan teori demokrasi dalam
garis Weber yang dianggap sulit diwujudkan karena menuntut pengetahuan tinggi
yang tidak realistis. Asumsinya, jika pasar dapat dengan efisien menyesuaikan
penawaran dan permintaan barang dan jasa dengan sedikit pusat kekuasaan atau
konsolidasi jurisdictional yang terpusat, kenapa kita tidak bisa melakukan hal
yang sama untuk barang dan jasa public? Ostrom menyimpulkan bahwa membangun
kembali usaha intelektual dari administrasi publik yang berdasarkan pilihan
rasional sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis yang tercantum dalam
Konstitusi.
Pendapat Ostram mendapat sanggahan dari
Haque (1996) yang menyatakan bahwa nilai-nilai pasar yang terkandung dalam
pilihan rasional mengancam kredibilitas dan eksistensi administrasi public
sebagai sebuah disiplin ilmu yang independen. Dia beralasan bahwa kontradiksi
antara pasar dan demokrasi mempunyai implikasi yang penting dalam praktek dan
studi administrasi public. Etika dasar jasa public yang dibuat oleh American
Society of Public Administrators menekankan pada norma seperti legalitas,
tanggungjawab, akuntabilitas, komitmen, responsiveness, keadilan dan
pengungkapan public (Mertins dan Hennigan 1982).
V.
KESIMPULAN
1.
Kemampuannya secara sederhana dan
komprehensif menjelaskan sejumlah besar fenomena yang berhubungan dengan
administrasi publik.
2.
Ide pokok dari teori pilihan rasional ini
menjadi dasar dari demokratisasi barat untuk membangun kembali (reinfent) pemerintah.
3.
Teori pilihan rasional menimbulkan perdebatan
yang konversial dari ahli administrasi public, tetapi juga menimbulkan
stimulant.
4.
Masalah dalam pilihan rasional adalah adanya
pertanyaan penting mengenai validitas premis awalnya.
5.
Salah satu kritik terhadap teori pilihan
rasional adalah sifat manusia terlalu sempit untuk digunakan.
6.
Pilihan rasional memainkan peranan penting
dalam menentukan batas prespektif ortodok .
7.
Posisi pilihan rasional dalam norma
intelektual administrasi public akan terus dipakai untuk mengorganisir dan
melakukan studi terhadap birokrasi public dan jasa public. Meskipun mempunyai
kelemahan namun bermanfaat bagi perkembangan teori administrasi public.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar